Sabtu, 14 Agustus 2010
Belum lengkap memang kalau ke Kalimantan Selatan, tapi belum ke Pasar Apung Lok Baintan, pasar terapung tradisional lain yang dimiliki Kalimantan Selatan. Begitulah yang dirasakan oleh sebagian tim kami yang belum ke sana. Penasaran akan cerita dari tim yang sudah menjamah daerah itu membuat rasa penasaran kami semakin memuncak. Oleh karena itu, tim wawancara, tim pola kampung, serta tim sketsa memutuskan untuk pergi ke sana pada pagi hari sebelum matahari terbit. Sedikit tips bagi yang mau menginjungi pasar tersebut, datanglah di pagi hari, karena pasar apung tersebut hanya berjualan dari pukul 6 pagi hingga pukul 8 saja.
Berangkat setelah makan sahut dan sholat subuh bersama di basecamp, kami masih berjalan kaki hingga pangkalan klotok di depan Masjid Sabillah, Banjarmasin. Jalan pagi hari di pusat kota Banjarmasin terasa seperti berada di kota tak berpenghuni, kota mati yang bahkan sebuah motor pun tak melintas di sepanjang perjalanan kami. Dari sana, klotok, sebuah perahu bermesin sederhana sewaan kami pun mulai menyusuri Sungai Martapura hingga ke Sungai Tabuk. Perjalanan di pagi buta membuat seisi klotok terlelap dimanjakan aliran angin sungai dan bebunyian khas dari klotok.
Perjalanan di klotok selama satu setengah jam cukup untuk menghilangkan rasa kantuk kami. Sesampainya di sana, ternyata pasar apungnya telah ramai. Sekitar puluhan bahkan ratusan jukung berbagai ukuran dan barang jualan meramaikan salah satu sisi Sungai Tabuk. Kesan dari sungai ini juga berbeda dengan Sungai Martapura yang terletak di kota. Sungai ini lebih sunyi dari suara klotok yang biasanya saling bersahut di Sungai Martapura. Jukung, sebuah perahu dayung kecil yang membawa masyarakat lokal menyusuri sungai, mendominasi di sana. Karena penasaran, beberapa dari kami mencoba untuk menaiki jukung dengan menumpangjukung ibu-ibu pedagang di sana. Mereka sangat ramah dan mau memberikan tumpangan kepada kami, tapi jangan lupa untuk memberikan sedikit tanda terima kasih dengan cara membeli barang jualannya atau memberikan sedikit uang untuknya.
Ternyata, sistem berjualan di sana berbeda. Penjual dapat berperan sebagai pembeli. Bahkan, mayoritas yang ada seperti itu. Barang yang dijajakan pun beraneka ragam. Dari sayur mayur, buah-buahan, beras, hingga ayam potong. Jadi, transaksi yang terjalin adalah sesama pengendara jukung walaupun tak jarang penduduk yang tinggal di pinggir sungai ikut membeli. Lucunya, pasar apung ini seolah terbawa oleh arus Sungai Tabuk. Dari awalnya dibagian hulu, pasar yang bergerombol itu mengalir lebih ke lihirnya. Proses pergerakannya itu dapat teramati dari atas jembatan penghubung antar desa.
Setelah sampai di ujung sungai, keadaan pasar seperti membias ke penjuru sungai. Masing-masing jukung mulai kembali ke rumah sang pemilik. Riakan air dan suara kerumunan mulai tersamar. Daerah itu kembali hening dan sunyi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar