Halaman

Jumat, 10 Desember 2010

Rabu, 27 Oktober 2010

Lok Baintan dan Sejuta Pengalamannya

Sabtu, 14 Agustus 2010

Belum lengkap memang kalau ke Kalimantan Selatan, tapi belum ke Pasar Apung Lok Baintan, pasar terapung tradisional lain yang dimiliki Kalimantan Selatan. Begitulah yang dirasakan oleh sebagian tim kami yang belum ke sana. Penasaran akan cerita dari tim yang sudah menjamah daerah itu membuat rasa penasaran kami semakin memuncak. Oleh karena itu, tim wawancara, tim pola kampung, serta tim sketsa memutuskan untuk pergi ke sana pada pagi hari sebelum matahari terbit. Sedikit tips bagi yang mau menginjungi pasar tersebut, datanglah di pagi hari, karena pasar apung tersebut hanya berjualan dari pukul 6 pagi hingga pukul 8 saja.

Berangkat setelah makan sahut dan sholat subuh bersama di basecamp, kami masih berjalan kaki hingga pangkalan klotok di depan Masjid Sabillah, Banjarmasin. Jalan pagi hari di pusat kota Banjarmasin terasa seperti berada di kota tak berpenghuni, kota mati yang bahkan sebuah motor pun tak melintas di sepanjang perjalanan kami. Dari sana, klotok, sebuah perahu bermesin sederhana sewaan kami pun mulai menyusuri Sungai Martapura hingga ke Sungai Tabuk. Perjalanan di pagi buta membuat seisi klotok terlelap dimanjakan aliran angin sungai dan bebunyian khas dari klotok.

Perjalanan di klotok selama satu setengah jam cukup untuk menghilangkan rasa kantuk kami. Sesampainya di sana, ternyata pasar apungnya telah ramai. Sekitar puluhan bahkan ratusan jukung berbagai ukuran dan barang jualan meramaikan salah satu sisi Sungai Tabuk. Kesan dari sungai ini juga berbeda dengan Sungai Martapura yang terletak di kota. Sungai ini lebih sunyi dari suara klotok yang biasanya saling bersahut di Sungai Martapura. Jukung, sebuah perahu dayung kecil yang membawa masyarakat lokal menyusuri sungai, mendominasi di sana. Karena penasaran, beberapa dari kami mencoba untuk menaiki jukung dengan menumpangjukung ibu-ibu pedagang di sana. Mereka sangat ramah dan mau memberikan tumpangan kepada kami, tapi jangan lupa untuk memberikan sedikit tanda terima kasih dengan cara membeli barang jualannya atau memberikan sedikit uang untuknya.



Ternyata, sistem berjualan di sana berbeda. Penjual dapat berperan sebagai pembeli. Bahkan, mayoritas yang ada seperti itu. Barang yang dijajakan pun beraneka ragam. Dari sayur mayur, buah-buahan, beras, hingga ayam potong. Jadi, transaksi yang terjalin adalah sesama pengendara jukung walaupun tak jarang penduduk yang tinggal di pinggir sungai ikut membeli. Lucunya, pasar apung ini seolah terbawa oleh arus Sungai Tabuk. Dari awalnya dibagian hulu, pasar yang bergerombol itu mengalir lebih ke lihirnya. Proses pergerakannya itu dapat teramati dari atas jembatan penghubung antar desa.





Setelah sampai di ujung sungai, keadaan pasar seperti membias ke penjuru sungai. Masing-masing jukung mulai kembali ke rumah sang pemilik. Riakan air dan suara kerumunan mulai tersamar. Daerah itu kembali hening dan sunyi.

Ekskursi Banjar, 11 – 13 Agustus 2010

11 Agustus 2010

Jadwal ekskursi hari ini adalah kunjungan ke Pendulangan Intan Campaka dan dilanjutkan ke Teluk Selong untuk melengkapi pengambilan data-data mengenai rumah Bubungan Tinggi. Kami berangkat dari basecamp. menuju Pendulangan Intan Campaka sekitar pukul 8.00 WITA, setelah sahur pertama kami di basecamp. Tempat ini merupakan hasil rekomendasi dari dosen pembimbing yang ikut serta dalam perjalanan kami ini. Di sana kami melihat bagaimana para pekerja mencari batu-batu yang nantinya akan diproses lagi menjadi batu yang bagus. Para pendulang intan di sana sangat menerima kedatangan kami. Bahkan beberapa dari kami diberi berbagai macam batu hasil pendulangan yang nantinya akan diproses lagi.

Setelah kegiatan di pendulangan intan selesai, kemi melanjutkan kegiatan kami di teluk Selong, sebuah rumah Bubungan Tinggi yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh pemerintah daerah setempat. Seluruh peserta melanjutkan pengumpulan data dengan tiap divisinya. Banyak hal yang kami dapat di hari ini. Budaya, keseharian, arsitektural hingga kerajinan khas di daerah itu. Sejenis baru-batuan dan biji-bijian dirangkai menjadi barang-barang yang cantik. Dari yang sederhana seperti gelan, kalung, gantungan kunci, hingga yang lebih rumit seperti tas atau dompet.

Semua peserta melakukan pengumpulan data dengan cermat karena ini merupakan pengumpulan materi yang terakhir. Diharapkan semua hal yang ingin kami peroleh sudah terkumpul dan siap diolah di Jakarta.

12 Agustus 2010

Kunjungan hari berikutnya adalah ke Sungai Kuin. Kami mengisi kunjungan ini dengan mencari data-data pelengkap mengenai kehidupan Sungai Kuin, rumah panggung, dan lating. Kunjungan di kawasan terakhir ini kami lakukan hingga sore hari, selain karena hari itu merupakan hari terakhir pengumpulan materi, kami juga berencana untuk mencicipi penganan khas Pasar Wadai, sebuah pasar musiman yang selalu ramai pengunjung setiap harinya selama Bulan Ramadhan. Sekitar pukul 5 sore waktu setempat, kami mulai bergerak menuju lokasi pasar di depan Masjid Besar Sabillah, Banjarmasin. Saat kami sampai, di sana sudah dipadati oleh ratusan manusia yang bertujuan sama dengan kami; mencari penganan untuk berbuka puasa.

Matahari sudah mendekati terbenam. Kami pun menyebar untuk mencari makanan untuk membatalkan puasa hari itu. Dari es, kue basah, penganan berat, dan berbagai jenis makanan dari penjuru negeri yang ada di Pasar Wadai cukup membuat kami bingung untuk memilih. Setelah memilih makanan berbuka, kami kembali ke tempat klothok sewaan kami tertambat. Ya, kami memutuskan untuk menikmati segala belanjaan kami di atas kendaraan sehari-hari kami selama di sana. Bagi kami, para pendatang, pengalaman makan ditemani pemandangan sungai di pinggiran Sungai Martapura. merupakan pemandangan yang menarik. Lampu jembatan yang berwarna-warni di kegelapan malam menjadi pemandangan yang indah dan damai, diiringi oleh gaung suara langgar yang bersahutan di sana. Serasa semua keletihan setelah kunjungan ke Sungai Kuin sehari ini seperti hilang begitu saja.

13 Agustus 2010

Rapat besar materi ekskursi terakhir di Banjar. Hari itu kami mengecek kembali daftar materi yang sudah kami kumpulkan selama hampir dua minggu di pulau orang. Kegiatan ini berlangsung di basecamp sampai sekitar pukul 15.00 WITA. Keputusan bahwa materi yang kami dapatkan telah cukup menandakan kegiatan perjalanan Ekskursi Banjar 2010 ini akan segera berakhir. Tinggal selanjutnya bagaimana kami mengolah materi tersebut untuk menjadi kegiatan lanjutan ekskursi di Jakarta.

Sore hari setelah rapat besar, kami kedatangan tamu dari IAI Kalimantan Selatan, ibu Ir. Judyanti Mutiara, selaku ketua IAI beserta pengurusnya yang sangat mendukung kegiatan kami ini. Kedatangan mereka bertujuan untuk menanyakan kabar mengenai perjalanan kami di Banjar serta sejauh mana progress kami dalam mengumpulkan materi, dan lain sebagainya. Kedatangan tim IAI menambah semangat kami untuk bekerja lebih keras dalam kegiatan Ekskursi 2010.

Pukul 17.00 WITA, setelah kunjungan IAIA, kami melanjutkan kegiatan berikutnya, yaitu berjunjung ke Universitas Lambung Mangkurat untuk memenuhi undangan buka puasa bersama. Satu lagi yang membuat kami lebih semangat menjalani kegiatan ekskursi ini adalah dukungan dan bantuan dari teman-teman kami di UNLAM. Mereka sangat menerima kedatangan kami dan bersedia membantu kami yang memiliki sedikit pengetahuan tentang Banjar dan masyarakatnya. Acara buka puasa bersama di UNLAM ini menjadi media menjalin persahabatan bagi dua universitas kebanggaan Indonesia.

Sekali lagi, kami mengucapkan terima kasih atas semua bantuan dari pihak-pihak yang telah membantu berjalannya acara ini. Salam Ekskursi Banjar 2010

Ekskursi Banjar, 7 - 10 Agustus 2010

SABTU, 7 Agustus 2010

Pada hari Sabtu di minggu pertama, tim besar Ekskursi 2010 terbagi menjadi dua: tim fotografi dan sebagian tim video menuju ke Lok Baintan serta tim lainnya menuju ke Teluk Selong. Lok Baintan merupakan sebuah pasar terapung tradisional di Kalimantan Selatan. Terletak cukup jauh dari pusat kota, membuat pasar ini masih terasa asli dan khas. Pukul 03.00 WITA, tim fotografi dan video telah bersiap dan berangkat dengan sebuah angkot. Pada awalnya, perjalanan tampak lancar-lancar saja dan seluruh anggota tim pun tertidur pulas. Tapi ternyata perjalanan itu tidak semulus yang dipikirkan. Pengendara angkot mengira tujuan tim fotografi dan video itu adalah pasar apung di Sungai Kuin. Kemudian, pengendara angkot tersebut bertanya-tanya kepada orang sekitar mengenai arah menuju ke Lok Baintan dan waktu menunjukkan pukul 04.00 WITA.

Setelah berkeliling mencari jalan dan kehilangan arah untuk yang kedua kalinya, akhirnya sampai juga di pasar apung Lok Baintan pukul 05.30 WITA. Awalnya, Lok Baintan terlihat sepi dan langit pun masih gelap. Penerangan yang ada berasal dari lampu-lampu di sekitarnya. Tim fotografi dan video berpencar ke rumah penduduk. Pada pukul 06.00 WITA, jukung, salah satu perahu dayung berbagai ukuran mulai berdatangan dari arah Barat satu per satu. Jukung-jukung tersebut bergerak ke arah timur dengan perlahan. Jumlahnya makin membludak di datangnya pagi. Di atasnya terdapat barang dagangan mereka yang beraneka ragam, seperti buah, sayur, ikan, gorengan, pakaian, dan lain-lain.

Tim fotografi dan video pun berpencar ke atas jembatan dan adapula yang mencoba ikut menaiki jukung untuk berinteraksi dengan para penjual secara langsung. Setelah mengambil gambar, video, dan berwawancara, tim fotografi dan video menyempatkan diri untuk melihat rumah bubungan tinggi yang ada di daerah Lok Baintan. Pada pukul 14.00 WITA, mereka dijemput oleh Kepala Operasional tim besar dengan truk dan menyusul tim lainnya di Teluk Selong.

Sementara itu, tim besar yang berangkat ke Telung Selong sudah bersiap dari pagi hari. Perjalanan ditempuh dengan truk selama kurang lebih 2 jam. Perjalanan ini pun tidak berjalan dengan cukup mulus. Awalnya, tim memang ingin menyusul ke Lok Baintan terlebih dahulu, namun karena adanya salah paham antara pengendara truk dan tim, membuat waktu terbuang percuma. Akhirnya tim pun menggeser jadwal untuk langsung menuju Teluk Selong.

Sesampainya di lokasi, tim menuju ke rumah adat Gajah Baliku, salah satu rumah adat dari suku Banjar yang berada di lokasi Cagar Budaya Teluk Selong. Semua divisi melakukan tugasnya masing-masing. Ada yang wawancara, foto, mengukur, dan lain-lain.

Siang harinya, tim menuju ke rumah adat Bubungan Tinggi yang terletak di belakangnya. Sama seperti di rumah Gajah Baliku, semua divisi pun bekerja di rumah Bubungan Tinggi. Rumah Bubungan Tinggi ini merupakan cagar budaya dan sering didatangi oleh wisatawan asing maupun dalam negeri. Di bagian depan rumahnya pun turut menjual pernak-pernik Kalimantan Selatan. Walaupun dikunjungi oleh banyak wisatawan, rumah ini tetap ditinggali oleh pemiliknya.

Selesai semua pengumpulan data, kami melanjutkan perjalanan ke pemberhentian selanjutnya. Pasar Intan Martapura, salah satu pasar wisata di Kalimantan Selatan menyediakan segala oleh-oleh dari daerah ini, menjadi sedikit refreshing dari kegiatan panjang hari ini.

Kelelahan karena panjangnya perjalanan hari ini membuat kami menyudahi kegiatan hari ini. Lagi-lagi, sang truk sewaan kami telah menjemput kami untuk kembali dan beristirahat.

MINGGU, 8 Agustus 2010

Hari Minggu ini, kami menjadwalkan untuk freeday. Bagi peserta Kristen dan Protestan, ini menjadi waktu luang untuk pergi ke gereja. Karena hari Minggu pertama kami mengagendakan untuk rapat besar materi. Rapat ini akan membicarakan segala hal mengenai materi yang akan kami olah di Jakarta, dari jadwal kegiatan kami untuk 2 minggu ke depan, target perolehan materi masing-masing divisi hingga persiapan materi buku output, nantinya. Namun sebelumnya, pada pagi harinya, kami dibebaskan untuk mengisi waktu luang. Untuk peserta Kristen dan Protestan, beribadah ke Gereja, sedangkan bagi yang tidak ke gereja, memutuskan untuk mengunjungi Pulau Kembang, salah satu objek wisata berupa pulau dengan ratusan monyet di dalamnya, termasuk bekantan. Letaknya yang dipisahkan dengan Sungai Barito membuat kami harus menggunakan klothok untuk menuju kesana.



Selesai dengan perjalanan refreshing ini, kami kembali ke basecamp untuk makan siang dan dilanjutkan dengan rapat besar materi. Rapat berlangung dengan lancar dan terkendali dari siang sampai malam.

SENIN, 9 Agustus 2010


Pada hari Senin, tim menuju ke museum Lambungmangkurat. Kunjungan ke museum ini termasuk ke dalam field trip. Di dalam museum ini terdapat maket-maket rumah adat, pakaian adat, serta diorama-diorama mengenai Kalimantan Selatan. Tim ditemani oleh seorang pemandu yang menjelaskan mengenai seluruh benda-benda yang dipamerkan. Para peserta memanfaatkan momen ini untuk menggali pengetahuan tentang Banjar. Kunjungan ke museum ini berlangsung dari pagi hingga siang hari.

Setelah itu, tim menuju ke Universitas Lambungmangkurat yang berada tidak jauh dari museum dengan berjalan kaki. Sesampainya di sana, peserta mengikuti lecture dari universitas mengenai rumah adat Banjar. Para peserta pun antusias mengajukan pertanyaan di sesi tanya jawab. Dari lecture tersebut, bertambahlah pengetahuan baru bagi peserta mengenai rumah adat Banjar sehingga dapat turut memperdalam materi Ekskursi. Lecture diakhiri dengan pemberian plakat kepada Universitas Lambungmangkurat dan ikatan mahasiswa arsitektur universitas tersebut.

SELASA, 10 Agustus 2010

Hari Selasa, tim besar menuju ke Sungai Kuin dengan menaiki klotok. Perjalanan dimulai sejak pagi buta untuk mendapatkan waktu pasar apung di Sungai Kuin. Sesampainya di lokasi, dari atas klotok, peserta dapat menyaksikan pasar apungnya. Para penjual dari atas jukung berlalu lalang di sekitar klotok sambil menawarkan barang dagangannya. Tim wawancara dan video pun turut duduk di atas jukung dan mengikuti kemana penjual itu berkeliling sambil mengobrol dan merekam. Pemandangan pasar apung ini dapat dinikmati dari atas klotok. Jukung-jukung yang berlalu lalang berlatarbelakangkan semburat cahaya matahari yang baru saja terbit.

Setelah melihat pasar apung Kuin, klotok berjalan menuju ke pemukiman di Kuin. Hanya saja ternyata air sungai sedang pasang pada saat itu. Hal ini menjadi masalah sebab klotoknya dikhawatirkan tidak dapat melewati bawah jembatan akibat permukaan airnya naik. Dengan demikian, tim dibagi menjadi dua, yaitu tim yang mempelajari rumah panggung dan tim yang mempelajari rumah lanting. Tim yang mempelajari rumah lanting, turun di Sultan Firmansyah, sementara klotok melanjutkan perjalanan ke rumah lanting membawa serta tim yang tersisa. Perjalanan ditempuh dalam waktu 2 jam karena harus memutar lewat jalan lain akibat air pasang tersebut.





Pada kunjungan kali ini, tim dari semua divisi melakukan pendalaman materi dengan mencari dan menggali informasi lebih lanjut. Pendalaman ini dilakukan dari pagi sampai sore. Tim wawancara dan video mengkhususkan untuk mewawancarai penghuni beberapa rumah lanting yang sudah ditargetkan dari kunjungan ke Sungai Kuin sebelumnya. Sedangkan divisi lainnya berkeliling di sekitar Kuin dan Sultan Firmansyah, baik untuk melakukan pengukuran, mengambil gambar, maupun mendapatkan pengetahuan lebih lanjut.

Selasa, 12 Oktober 2010

mengumpulkan data untuk mengenal lebih jauh...

Kamis, 4 September 2010
Banyaknya hal yang kami peroleh di fieldtrip kemarin membuat kami menyadari bahwa ada banyak sekali hal yang dapat kita pelajari disini. Seperti tidak mau rugi dengan kesempatan yang ada, membuat kami memutuskan untuk membagi tim besar menjadi beberapa kelompok kecil. Kelompok rumah lanting di pertemuan Sungai Martapurta dan Sungai Kuin, kelompok rumah panggung di sepanjang Sungai Kuin serta kelompok daerah perindustrian di Sungai Alalak.

Keadaan yang jauh berbeda dengan keadaan kota asal kami membuat semua menjadi lebih menarik. Semua hal yang kami temui disana membuat kami menyadari bahwa keberadaan sungailah yang mewarnai kehidupan mereka. Di sungai mereka bekerja, di sungai mereka membersihkan diri, di sungai pula mereka bersosialisasi. Sama-sama berada di ibukota provinsi, namun Banjarmasin seperti memiliki dunia yang berbeda.

Rumah lanting, salah satu bentuk arsitektur vernakular Indonesia

Daerah perindustrian di Sungai Alalak

Rumah Panggung di sepanjang Sungai Kuin

Jumat, 5 Spetember 2010
Setelah puas menyusuri kota Banjarmasin dengan segala kehidupan sungainya, kami pergi mengunjungi kota Marabahan,sebuah kecamatan kecamatan sekaligus ibukota dari Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan. Pada abad ke-15 daerah ini menjadi pusat perdagangan Kerajaan Negara Daha, yang disebut Bandar Muara Bahan karena letaknya yang berada di daerah muara Sungai Bahan (Sungai Negara).

Disana, kami mengunjungi salah satu rumah adat Banjar yang berada di kasta paling atas masyarakat Banjar, yaitu rumah Bubungan Tinggi. Rumah yang menjadi objek penelitian kami ini memang sudah sangat jarang ditemui dan keberadaannya disini juga salah satu rumah yang masih bertahan. Kami bertemu dengan Bapak Arsalaludin, salah satu keturunan pemilik rumah yang berumur hampir 200 tahun ini, sempat bercerita tentang bagaimana sejarah rumah ini, bagaimana proses pembangunannya, hingga bagaimana nasib Bubungan Tinggi Marabahan sekarang ini. Banyak informasi yang kita dapatkan dari bapak yang berusia kurang lebih 40 tahun ini.

Setelah bertukar cerita, kami menyempatkan diri untuk mengeksplore daerah ini, menyusuri jalanan di sekitarnya, bahkan kami mencoba untuk menaiki klothok yang menjadi satu-satunya jasa penyebrangan menuju kampung seberang. Klothok ini tidak hanya digunakan untuk mengangkut manusia, tetapi juga penyebrangan kendaraan bermotor roda dua yang dimiliki masyarakat disana. Hanya dengan mengeluarkan kocek seribu rupiah, kami dapat menggunakan perahu bermotor untuk menyebrangi Sungai Negara ini.

Puas dengan perjalanan dan pengambilan data di rumah Bubungan Tinggi Marabahan, kami pulang sekitar pukul 4 sore dengan menaiki truk yang sebelumnya mengantarkan kami ke sini. Sampai jumpa lagi, Marabahan... :)

kondisi rumah Bubungan Tinggi di Marabahan

Truk, transportasi kegiatan jarak jauh 

Sabtu, 6 Agustus 2010
Pada hari Sabtu di minggu pertama, tim besar Ekskursi2010 terbagi menjadi dua: tim fotografi dan sebagian tim video menuju ke Lok Baintan serta tim lainnya menuju ke Teluk Selong. Lok Baintan merupakan sebuah pasar terapung tradisional di Kalimantan Selatan. Terletak cukup jauh dari pusat kota, membuat pasar ini masih terasa asli dan khas. Pukul 03.00 WITA, tim fotografi dan video telah bersiap dan berangkat dengan sebuah angkot. Pada awalnya, perjalanan tampak lancar-lancar saja dan seluruh anggota tim pun tertidur pulas. Tapi ternyata perjalanan itu tidak semulus yang dipikirkan. Pengendara angkot mengira tujuan tim fotografi dan video itu adalah pasar apung di Sungai Kuin. Kemudian, pengendara angkot tersebut bertanya-tanya kepada orang sekitar mengenai arah menuju ke Lok Baintan dan waktu menunjukkan pukul 04.00 WITA.
Setelah berkeliling mencari jalan dan kehilangan arah untuk yang kedua kalinya, akhirnya sampai juga di pasar apung Lok Baintan pukul 05.30 WITA. Awalnya, Lok Baintan terlihat sepi dan langit pun masih gelap. Penerangan yang ada berasal dari lampu-lampu di sekitarnya. Tim fotografi dan video berpencar ke rumah penduduk. Pada pukul 06.00 WITA, jukung, salah satu perahu dayung berbagai ukuran mulai berdatangan dari arah Barat satu per satu. Jukung-jukung tersebut bergerak ke arah timur dengan perlahan. Jumlahnya makin membludak di datangnya pagi. Di atas terdapat barang dagangan mereka yang beraneka ragam, seperti buah, sayur, ikan, gorengan, pakaian, dll. Tim fotografi dan video berpencar ke atas jembatan dan menaiki jukung untuk berinteraksi dengan para penjual secara langsun. Setelah mengambil gambar, video, dan berwawancara, tim fotografi dan video menyempatkan diri untuk melihat rumah bubungan tinggi yang ada di daerah Lok Baintan. Pada pukul 14.00 WITA, mereka dijemput oleh Kepala Operasional tim besar dengan truk dan menyusul tim lainnya.

Sementara itu, tim besar yang berangkat ke Telung Selong, sebuah desa kecil di Kabupaten Martapura, sudah bersiap dari pagi hari. Perjalanan ditempuh dengan truk selama kurang lebih 2 jam. Perjalanan ini pun tidak berjalan dengan cukup mulus. Awalnya, tim memang ingin menyusul ke Lok Baintan terlebih dahulu, namun karena adanya salah paham antara pengendara truk dan tim, membuat waktu terbuang percuma. Akhirnya tim pun menggeser jadwal untuk langsung menuju Teluk Selong. Sesampainya di lokasi, tim menuju ke rumah adat Gajah Baliku, salah satu rumah adat dari suku Banjar yang berada di lokasi Cagar Budaya Teluk Selong. Semua divisi melakukan tugasnya masing-masing. Ada yang wawancara, foto, mengukur, dll.
Siang harinya, tim menuju ke rumah adat Bubungan Tinggi yang terletak di belakangnya. Sama seperti di rumah Gajah Baliku, semua divisi pun bekerja di rumah Bubungan Tinggi. Rumah Bubungan Tinggi ini merupakan cagar budaya dan sering didatangi oleh wisatawan asing maupun dalam negeri. Di bagian depan rumahnya pun turut menjual pernak-pernik Kalimantan Selatan. Walaupun dikunjungi oleh banyak wisatawan, rumah ini tetap ditinggali oleh pemilik nya.

Selesai semua pengumpulan data, kami melanjutkan perjalanan ke pemberhentian selanjutnya. Pasar Intan Martapura, salah satu pasar wisata di Kalimantan Selatan menyediakan segala oleh-oleh dari daerah ini, menjadi sedikit refreshing dari kegiatan panjang hari ini. Kelelahan karena panjangnya perjalanan hari ini membuat kami menyudahi kegiatan hari ini. Lagi-lagi, sang truk sewaan kami telah menjemput kami untuk kembali dan beristirahat.

Kamis, 30 September 2010

Keramahan Sungai Kuin dan Tentang Banjar di Museum Wasaka

03 Agustus 2010

Memang hari pertama adalah hari yang dinanti. Memang hari sungai dan hari senang-senang. Dari basecamp berangkat sekitar pukul sepuluh pagi. Dengan diantar 3 angkot kami semua langsung meluncur ke Sungai Kuin.

Kami turun di Soto Banjar Bang Amat, soto banjar yang paling terkenal di kota Banjarmasin. Soto Banjar Bang Amat memang menggoda, akan tetapi rasa penasaran untuk menjelajahi Sungai Kuin masih mengalahkan pesona si soto.

Klothok adalah alat transportasi mirip perahu yang akan mengantarkan kami menyusuri Sungai Kuin. Klothok memiliki atap, dan yang menarik adalah, kami diperbolehkan duduk di atas atap klothok. Naik dari dermaga Soto Bang Amat, klothok melaju pelan mengantarkan kami ke setiap sisi sungai yang kaya pemandangan. Dari menyaksikan secara langsung bagaimana ibu-ibu rumah tangga mulai memasak, mencuci, mandi, sampai melihat warung-warung yang menjajakan dagangannya di pinggir sungai.

Tujuan utama penyusuran sungai di Banjarmasin adalah untuk mengenalnya lebih dekat sebagai salah satu objek pengamatan Ekskursi Banjar 2010. Sepanjang menyusuri Sungai Kuin, dapat ditemukan rumah-rumah adat Banjar, masjid, rumah makan, dan sebagainya. Seolah seperti tidak ada batasnya, ternyata kami tidak hanya menyusuri Sungai Kuin, tapi juga Sungai Industri Alalak dan sungai besar yang menjadi pelabuhan kapal di Banjarmasin; Sungai Barito. Bertemunya sungai dua warna, klothok yang menyusuri sungai sejajar dengan sebuah kapal tanker hingga SPBU khusus solar untuk klothok dan sejenisnya. Semua itu menjadi hal yang sangat beragam, tidak terduga sebelumnya, dan yang pasti tidak ada di Depok maupun Jakarta. Field trip ini membuka mata kami akan keunikan Banjarmasin, si Kota Seribu Sungai.

Perjalanan selama kurang lebih dua jam ini terasa singkat, ketika klothok kami menepi di Rumah Makan Soto Banjar Bang Amat. Rasa lapar kini mengisi pikiran kami. Tertarik untuk mencicipinya, kami mengambil tempat untuk makan bersama di sana. Semangkuk soto banjar lengkap dengan es teh manisnya mengisi setiap sisi perut yang sudah meronta dari perjalanan tadi. Lezat. Tak heran ini menjadi makanan wajib bila kita berkunjung ke kota Banjarmasin.

Selesai mengisi tenaga, kami berkunjung ke Museum Wasaka yang tak jauh dari kedai tempat kami makan. Wasaka adalah singkatan dari Waja sampai ka Puting, sebuah motto perjuangan rakyat Kalimantan Selatan. Museum yang merupakan museum perjuangan rakyat kalimantan ini bertempat pada rumah banjar bubungan tinggi yang telah dialihfungsikan dari hunian menjadi museum sebagai upaya konservasi bangunan tradisional. Terletak di Gang H. Andir, Kampung Kenanga Ulu, Kelurahan Sungai Jingah, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin.

Posisi Museum Wasaka yang berada tepat di bawah Jembatan Banua Hanyar ini menyimpan banyak koleksi sejarah Banjar. Kita dapat menilik banyak informasi tentang Banjar dengan mengamati koleksisnya yang dipamerkan di musem ini. Pada hari pertama ekskursi ini, kami merasa mendapatkan bekal informasi yang bermanfaat untuk hari ke depannya ketika kami melanjutkan perjalanan ekskursi kami.




 
 Museum Wasaka, pemanfaatan lain rumah Bubungan Tinggi

for keeping the curiosity up, we explore, for places that encourage us, we tour

01 Agustus 2010

Bangun sedikit lebih awal tanpa paksaan. Ya, Minggu pagi ini berbeda dari biasanya, tidak menunda bangun tidur dan memilih untuk bergegas menyiapkan carrier beserta isinya yang berkilo-kilo beratnya. Berangkat pergi untuk belajar, berbagi, untuk ekskursi yang diyakini dapat menambah pengalaman yang lebih dari sekedar liburan.

BP3 hening...

Kami sepakat untuk siap di gedung BP3 ketika jam masih menunjukkan pukul sembilan pagi. Yang terjadi sudah diduga sebelumnya. Jam sembilan adalah hening. Jam sembilan adalah hanya tong sampah yang berwarna kuning dan anjing yang sibuk berkeliaran di sekitar kantek dan BP3. Jam sembilan adalah kami belum mulai berdatangan; bisu dan sepi.

09.30 - 13.00 WIB

Sedikit demi sedikit manusia demi manusia yang berperilaku kurang lebih sama; jalan pelan, sedikit membungkuk, punggung membawa tas gendut padat, mulai berdatangan. Alhamdulillah, akhirnya semua perkumpul. Tidak lupa Sofi menanyai kami semua satu-persatu, sebuah pertanyaan yang sering terdengar sampai selama ekskursi, bahkan sampai kepulangan kami, "Udah minum Resochin? Jangan lupa minum Resochin,". Yeah, lengkap!

13.00 - 07.00 WIB

Sekitar pukul satu siang, kami mulai menaiki bis yang akan membawa kami sampai ke Pelabuhan Tanjung Perak. Kami berangkat dengan dilepas oleh beberapa dosen dan rekan kami. Semua berdoa dan mulai mengambil posisi nyamannya masing-masing di tempat duduk yang sudah dipilih sebelumnya.

2 Agustus 2010

Perjalanan sekitar 18 jam, Depok-Tanjung Perak, tidak begitu melelahkan. Selonjoran, duduk, main kartu, lagu-lagu pop sampai lagu-lagu korea menemani perjalanan kami. Pukul tujuh pagi akhirnya kami sudah sampai di Tanjung Perak. Melewati negosiasi yang sedikit memakan waktu, akhirnya bis mengantarkan kami sampai dalam pelabuhan, dekat dermaga, fiuh.

07.00 - 24.00 WIB

Delapan belas jam tidak sebentar...

Harapan setelah turun dari bis langsung menaiki KM KUMALA pada pukul 12 siang pupus sudah. Keberangkatan KM KUMALA ditunda sampai pukul 24.00, pengumuman yang menyakitkan tertempel tanpa dosa di pintu ruang tunggu. Kami pasrah kalau harus menunggu sampai membatu. Akan tetapi, delapan belas jam yang diduga akan sangat membosankan tidak sepenuhnya begitu. Menunggu selama berjam-jam kami habiskan dengan melihat-lihat pelabuhan dan kapal-kapalnya, bermain truf, dan juga tidak lupa mandi dan makan.



03 Agustus 2010

Duapuluh jam lebih dari tidak sebentar...

Tiba saatnya kami menaiki kapal untuk selanjutnya menuju Borneo. Alhamdulillah kami mendapatkan kabin untuk satu rombongan. Setidaknya tidur kami selama di kapal akan lebih nyenyak. Hampir semua siap dengan antimo. Ada yang langsung terlelap. Ada yang tertap melanjutkan ritual bermain truf. Dan ada juga yang mulai membaca-baca logbook Ekskursi Banjar. Ketika matahari mulai terbenam, kami tidak melewatkan untuk menyaksikannya bersama-sama, melihat bagimana langit membentuk gradasinya, memancarkan pesona perpaduan laut biru yang terlihat menghitam dengan keelokan kerlipan bintang-bintang di atasnya. Menakjubkan.




23.00 WITA

Sampai juga di Kalimantan! Tulisan Bandar Masih terlihat jelas ketika kami mulai menapaki pelabuhan di Banjarmasin. Kami langsung menuju bis yang akan mengangtarkan kami ke basecamp. Basecamp beralamat di Perumahan Kayu Tangi, Jalan Hasan Basri. Letaknya tidak begitu jauh dari pelabuhan dan pusat kota. Kami sampai di basecamp sekitar pukul 12 malam, dilanjutkan dengan rapat koordinasi. Rapat tidak berlangsung begitu lama, kami segera menggelar masing-masing sleeping bag milik kami. Tidak ada bantal empuk seperti yang ada di rumah, tapi kami tidak peduli.
Esok hari menunggu kami untuk memulai Ekskursi Banjar 2010

Rabu, 29 September 2010

Senin, 26 Juli 2010

TIM DIVISI MATERI EKSKURSI BANJAR 2010

Pada dasarnya, kegiatan EKSKURSI BANJAR 2010 : ANTARA DUA DUNIA merupakan kegiatan untuk mengumpulkan, mengolah, serta memaparkan bagaimana arsitektur vernakular di Indonesia, khususnya arstektur dari Suku Banjar. Semua output selanjutnya akan kami bagi ke khalayak umum pada pameran serta bedah buku output Ekskursi Banjar pada bulan November yang akan datang.

Peserta berasal dari campuran mahasiswa 4 angkatan Departemen Arsitektur FTUI. Berikut ini adalah daftar peserta ekskursi berdasarkan pembagian divisinya :

Tim Sketsa
Tim yang akan mendokumentasikan objek arsitektur dengan tangan. Gambar yang akan dihasilkan adalah gambar denah tampak potongan (termasuk tahap pengukuran), perspektif bentuk dan suasana, detail, dan scoring. Media grafis bebas.
Output: gambar-gambar komunikatif akan objek penelitian.
  1. Dimas '07
  2. Bagus '08
  3. Mala '06
  4. Adlina '08
  5. Fera '08
  6. Mirzadelya '08
  7. Talisa '08
  8. Iqro '08
Tim Pola Kampung
Tim yang akan memetakan ruang wilayah yang akan menjadi objek penelitian. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah tata bangunan, jarak, dan kontur.
Output: model pola kampung.
  1. Diandra '07
  2. Adhifah '07
  3. Ajeng Nadia '08
  4. Mahargarani '07
  5. Zaimuddin '08
  6. Andrea Theodore '07
  7. Yasinka '08
  8. Ralpy Machio '07
  9. Rizki Riza '07
  10. Nur Hadianto '08 
Tim FotoTim ini akan mendokumentasikan objek penelitian dengan media foto. Foto yang dihasilkan adalah foto secara general (dokumentasi) dan foto tematik (tema ditentukan tim).
Output: foto print dan foto essay.
  1. Erick '07
  2. Mulia Idznillah '06
  3. Azriansyah '08
  4. Veronica '07
  5. Reyni '07
  6. Cindy '07
  7. Robin '07
  8. Berlinda '07
Tim Video
Tim ini akan mendokumentasikan penelitian dengan media video. Tim akan menentukan story board dan time line sendiri. Jenis video yang dibuat adalah video dokumenter.
Output: video.
  1. Alline Dwianthina '07
  2. Imaniar Sofia '08
  3. Tharrasita '07
  4. Ayu M. '08
  5. Rangga '08
  6. Arichi '07
  7. Putri Ayu '08
  8. Hakimul Musyaffa '06
Tim Wawancara
Tim ini akan mencari data dengan berdialog langsung dengan nara sumber. Hal-hal yang akan dibahas adalah tentang budaya, kebiasaan, hal-hal yang berkaitan dengan arsitektur dan kehidupan keseharian mereka, ekonomi, dan sebagainya.
Output: artikel tentang hal-hal tersebut di atas.
  1. Imam '06
  2. Adriana Andhini '08
  3. Sagita '07
  4. Wulan '07
  5. Cherina '09
  6. Meidesta '09
  7. Tuti '07

Sabtu, 24 Juli 2010

RUMAH BUBUNGAN TINGGI

oleh Didha Igasi M.

Rumah Bubungan Tinggi, salah satu rumah adat Suku Banjar, adalah bangunan yang tertua dari seluruh tipe rumah tradisional. Rumah Bubungan Tinggi dikenal sebagai Istana Sultan Banjar, oleh karena itu, rumah ini dinilai sebagai bangunan paling utama dari rumah-rumah adat lainnya.

Rumah Bubungan Tinggi memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
  1. Tubuh bangunan besar dan memanjang lurus ke depan sebagai bangunan induk serta memiliki tiang-tiang yang tinggi.
  2. Bagian bangunan yang tampak seperti menempel pada bagian kiri dan kanan agak ke belakang disebut Anjung. Dalam istilah Banjar, konstruksi ini disebut pisang sasikat (pisang sesisir).
  3. Bubungan atap yang tinggi melancip disebut bubungan tinggi dengan konstruksi atap pelana (Zadeldak) yang membentuk sudut sekitar 45'.
  4. Bubungan atap yang memanjang ke depan disebut atap sindang langit dengan konstruksi atap sengkuap (lessen aardak)
  5. Bubungan atap yang menurun ke belakang disebut atap hambin awan dengan konstruksi atap sengkuap.
Ruangan-ruangan yang terdapat pada Rumah Bubungan Tinggi memiliki keunikan yaitu lantai yang berjenjang atau berbeda ketinggian. Ruangan yang terdapat pada Rumah Bubungan Tinggi ini adalah :
  1. Palatar (pendopo atau teras), adalah ruangan depan yang merupakan ruangan rumah yang berada tepat setelah tangga masuk. Ukuran luas ruangan ini adalah 7 x 3 meter. Palatar juga bisa disebut pamedangan.
  2. Panampik Kacil adalah ruangan yang agak kecil setelah masuk melalui lawang hadapan (pintu depan). Permukaan lantainya lebih tinggi daripada lantai palatar dan ambang lantainya disebut watun sambutan. Luas ruangan ini adalah 7 x 3 meter.
  3. Panampik Tangah adalah ruangan yang lebih luas dan memiliki permukaan lantai yang lebih tinggi dari panampik kacil. Ambang lantai pada ruangan ini disebut watun jajakan.
  4. Panampik Basar atau disebut juga Ambin Sayup adalah ruangan yang menghadapi dinding tengah, atau dalam istilah Banjar disebut tawing halat. Permukaan lantainya lebih tinggi dari ruang sebelumnya namun memiliki nama ambang lantai yang sama dengan panampik tangah yaitu watun jajakan. Luas ruangan ini adalah 7 x 5 meter.
  5. Palindangan atau Ambin Dalam adalah ruang bagian dalam rumah yang berbatasan langsung dengan panampik basar. Lantai palindangan biasanya sama tinggi dengan lantai panampik basar, namun ada juga rumah yang membuat permukaan lantainya lebih tinggi dari panampik basar. Dasar pintu pada tawing halat di ruangan ini tidak mencapai ke dasar lantai sehingga ambang lantainya disebut dengan watun langkahan. Luas ruangan ini 7 x 7 meter dan di dalamnya terdapat tiang-tiang besar yang menyangga bubungan tinggi sebanyak 8 buah. Tiang-tiang ini disebut Tihang Pitugur atau Tihang Guru.
  6. Panampik Dalam atau Panampik Bawah adalah ruangan dalam yang cukup luas berukuran 7 x 5 meter dengan permukaan lantai yang lebih rendah dari palindangan namun sama tinggi dengan panampik tangah. Ambang lantai pada ruangan ini juga disebut watun jajakan.
  7. Padapuran atau Padu adalah ruangan terakhir yang terletak di bagian belakang bangunan. Permukaan lantainya lebih rendak dari panampik bawah dan ambang lantainya disebut watun juntaian. Pada beberapa rumah dengan watun juntaian yang tinggi, terdapat tangga untuk keperluan turun dan naik. Ruangan ini dibagi atas bagian anganan (tempat memasak), salaian (tempsat mengeringkan kayu api), pajijiban, dan pangaduran (tempat mencuci piring atau pakaian). Luas ruangan ini adalah 7 x 3 meter.
  8. Anjung Kiwa dan Anjung Kanan adalah dua ruangan yang berhubungan pada kiri dan kangan palindangan. Pada sisi dinding depan kedua anjung terdapat sebuah jendela yang dalam istilah banjar disebut lalungkang.
  9. Lalungkang berjumlah sama pada sisi dinding bangkunan rumah sebelah kiwa dan kanan. Jendela=jendela tersebut berada pada dindng kiri dan kanan panampik tangah, panampik badar, panampik bawah dan padapuran.
  10. Hanya terdapat dua buah tangga yaitu tangga hadapan dan tangga balakang di rumah Bubungan Tinggi. Kedua tangga ini terletak di tengah. Jumlah anak tangga merupakan bilangan ganjil 5, 6, atau 9 dan terbuat dari bahan kayu ulin yaitu kayu besi yang kokoh.
Sebenarnya, ukuran tinggi, lebar, dan panjang setiap rumah adat Banjar umumnya berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh karena ukurannya didasarkan pada ukuran depa atau jengkal tangan pemilik rumah tersebut.
Ada kepercayaan yang berkembang di masyarakat Banjar bahwa setiap ukuran haruslah menggunakan bilangan yang ganjil. Tidak hanya pada ukuran panjang dan lebar, tapi juga menyangkut hal-hal yang lebih kecil seperti jumlah hiasan tangga, anak tangga, layang-layang puncak, dan lain-lain.
Jika diukur, maka panjang bangunan induk rumah adat Banjar pada umumnya adalah 31 meter dengan lebar 7 meter. Sementara lebar anjung masing-masing 5 meter. Tinggi lantai dari permukaan tanah adalah 2 meter pada kolong di bawah anjung dan palindangan, dan bervariasi hingga yang terendah, yaitu kolong di bawah palatar yang tingginya 1 meter.

Dalam penataan ruangnya, rumah tradisional Bubungan Tinggi membedakan ruangan dalam tiga jenis, yaitu ruang terbuka, ruang setengah terbuka, dan ruang dalam.
Ruang terbuka terdiri dari pelataran atau serambi. Serambi ini dibagi lagi menjadi dua yaitu surambi muka dan surambi sambutan.
Ruang setengah terbuka diberi pagar rasi dan disebut lapangan pamedangan.
Jenis yang terakhir, yaitu ruang dalam dibagi menjadi pacira dan panurunan (panampik kacil), paluaran (panampik basar), dan palendangan (panampik panangah) yang terdiri dari palidangan dalam, anjung kanan dan anjung kiwa, dan panampik padu (dapur).

Bangunan tubuh Rumah Bubungan Tinggi dengan bangunan induknya tersebut jika dilihat dari samping akan memperlihatkan tujuh jenjang perbedaan ketinggian lantai dari palatar hingga padapuran, namun ada pula yang hanya memiliki 5 jenjang karena menghilangkan panampik tangah dan panampik bawah pada rumah. Walaupun begitu, jumlah jenjang tetap ganjil.
Konstruksi yang menghilangkan dua ruangan ini menyebabkan ambang lantai antara panampik kacil dan panampik basar menjadi tinggi, oleh karena itu, dibuatlah Pacira, yaitu kotak segi empat yang di dalamnya terdapat tangga kecil dengan satu anak tangga. Selain itu, pacira ini juga terdapat pada padapuran yang langsung berhubungan dengan palindangan.


--dari berbagai sumber.

Jumat, 23 Juli 2010

ARSITEKTUR SUKU BANJAR

oleh Didha Igasi M.

Perwujudan dari seni arsitektur di Suku Banjar merupakan rumah tradisional suku tersebut, yakni rumah banjar. Arsitektur tradisional banjar sebagai warisan budaya daerah Kalimantan Selatan telah melampaui masa berabad-abad, tampak dominan pada bangunan rumah-rumah adat. Arsitektur yang bernilai estetis dan menganding histori itu pada dasarnya perlu dilestarikan agar dapat diwaeisi oleh generasi berikutnya.

Beberapa ciri umum arsitektur tradisional banjar :

  1. Bangunan dalam konstruksi bahan kayu
  2. Rumah panggung
  3. Bangunan bersifat simetris
  4. Sebagian besar bangunan memiliki anjung
  5. Atap rumah yang dipergunakan adalah atap sirap yang dibuat dari kayu ulin
  6. Hanya memiliki dua buah tangga
  7. Pintu yang menghubungkan ke luar atau ke dalam rumah hanya ada dua
  8. Adanya Tawing Halat (dinding pembatas)
Rumah adat banjar di Kalimantan Selatan ada 11 tipe, yaitu Bubungan Tinggi, Gajah Baliku, Gajah Manyusu, Balai Laki, Balai Bini, Palimasan, Palimbangan, Cacak Burung, Tadah Alas, Joglo, dan Lanting. Tipe-tipe rumah tersebut terbagi dalam masyarakat Suku Banjar berdasarkan kasta (tingkatan kedudukan).
Rumah yang akan dipelajari lebih lanjut dalam ekskursi ini merupakan rumah Bubungan Tinggi dan rumah Lanting karena merupakan bangunan yang dapat mewakili kehidupan dari masyarakat Suku Banjar secara keseluruhan.

Selasa, 13 Juli 2010

MENGAPA SUKU BANJAR?


Di Pulau Kalimantan, tentunya Suku Dayak lebih populer dari Suku Banjar. Suku Dayak memiliki banyak karakteristik yang seolah-olah menjadi identitas dari Kalimantan secara keseluruhan. Namun di samping hal tersebut, terdapat suatu komunitas yang juga memiliki karakteristik yang kuat dan dapat dikatakan menjadi identitas Kalimantan bagian selatan, yakni Suku Banjar.

Tentunya kita pernah melihat, baik itu di media cetak, maupun di televisi, suatu transaksi perbelanjaan yang dilakukan di atas sungan menggunakan rakit layaknya di pasar. Keunikan tersebut ternyata masih ada hingga saat ini, di mana teknologi telah berkembang pesat. Kegiatan tersebut merupakan salah satu tradisi yang berasal dari Suku Banjar. Suku Banjar ialah suku yang menempati sebagian besar wilayah Kalimantan Selatan. Sejak abad ke-17, suku ini merambah ke Kalimantan Tengah dan Timur, terutama kawasan dataran dan hilir daerah aliran sungai.

Nama Banjar diperoleh karena mereka dahulu adalah warga Kesultanan Banjar, yang kemudian dihapuskan pada 1860/ Adapun suku lain yang menempati Kalimantan ialah Suku Dayak. Islam, sebagai ciri dan identitas Suku Banjar, hal yang membedakan dengan Suku Dayak yang masih menganut animisme. Sehingga berpindah agama di kalangan masyarakat Dayak dikatakan sebagai 'pembersihan diri', disamping menjadi orang Banjar.

Konon, Suku ini menemukan daerah teritorialnya dengan menyusuri aliran sungai. Maka dari itu pula sungai mempengaruhi kebiasaan hidup suku yang tak bisa terlepas dari berbagai kegiatannya. Bagi Suku Banjar, sungai tidak hanya digunakan sebagai sarana transportasi, namun juga sarana interaksi antarmasyarakat. Kebenradaan sungai ini juga mempengaruhi pola arsitektur yang ada, yakni seperti memberikan batasan tak terlihat pada pembagian rumah tinggal dan munculnya tradisi, baik dalam pembangunan rumah tinggal maupun setelahnya. Tradisi tersebut berypa tempat tinggal yang terbagi di dua tempat, darat dan sungai, ukiran-ukiran berupa kaligrafi atau simbol, serta pada tingkat sosial atau kedudukan yang dicerminkan melalui ukuran, seni, hingga kemegahan bangunannya. Ada 11 jenis rumah banjar pada umumnya berdasarkan tingkat status sosialnya. Rumah adat banjar, Bubungan Tinggi, sebagai tempat tinggal raja sekaligus bangunan dengan kasta tertinggi, serta Rumah Lanting sebagai tempat tinggal rakyat dan bangunan dengan kasta terendah yang berada di sungai.

Rabu, 30 Juni 2010

OPEN RECRUITMENT PESERTA EKSKURSI 2010


Untuk seluruh warga Departemen Arsitektur UI, pendaftaran peserta EKSKURSI BANJAR 2010 : ANTARA DUA DUNIA sudah dibuka =D. Perjalanan menuju ke daerah Banjar, Kalimantan Selatan ini akan diadakan dari tanggal 1-20 Agustus 2010. Jadi, mulai persiapkan dirimu dan bergabunglah dengan kami!!! Lebih cepat, lebih baik! Karena hanya tersedia 35 bangku untuk keberangkatan kita besok.


Petunjuk pendaftaran :
  1. Isi formulir pendaftaran dengan baik dan benar. Formulirnya dapat diambil di Siwi '07 (085694602634) atau download di sini. Formulir ini akan dijadikan panduan kami untuk nantinya, jadi tolong diisi dengan jujur ya
  2. Formulir yang sudah diisi dan ditandatangani oleh orangtua (bukti izin orang tua) harus diserahkan langsung ke Siwi '07 atau Nichan '08 (08561412518). Pendaftar baru dianggap sebagai peserta apabila formulirnya dikembalikan lagi ke pihak panitia.

Oleh karena kuota hanya 35 orang saja, maka akan berlaku sistem waiting list. Jadi, bila ada peserta yag mengundurkan diri, peserta yang masih dalam kategori waiting list akan naik berurutan berdasarkan urutan pengumpulan formulir.


Peserta EKSKURSI BANJAR 2010 diharapkan dapat membantu kelangsungan acara ini, dari keberangkatan hingga pameran output. So, join us, NOW! For more information contact Robin '07 (08179853676) or Ajeng '07 (08561850015). Terimakasih! =D

Sabtu, 26 Juni 2010

PEMBEKALAN TIM EKSKURSI ARSITEKTUR UI BANJAR 2010

Acara Pembekalan Tim Ekskursi Arsitektur UI Banjar diselenggarakan di Galeri Salihara pada tanggal 23 Juni 2010. Acara dimulai dengan presentasi mengenai kegiatan ekskursi, lalu dilanjutkan dengan pelatihan fotografi oleh Yori Antar dan diskusi mengenai rumah banjar bersama Abib Harun.



 suasana acara pembekalan
 
 

 

presentasi dan pembekalan oleh Yori Antar dan Abib Harun


pemberian plakat


Rumah tradisional Banjar sebagai wujud dari kekayaan arsitektur di daerah Banjarmasin, Kalimantan Selatan, memberikan kesempatan bagi kita untuk menelisik filosofi dan nilai-nilai kebudayaan setempat yang melatarbelakangi kehadiran maupun penciptaan ruang arsitektur. Kekayaan tersebut lahir dari keharmonisan penggabungan beebrapa budaya yang berpengaruh di sana seperti Melayu, Dayak, serta nilai-nilai agama Islam. Rumah tradisional banjar yang terdiri dari setidaknya 11 tipe berbeda, lahir dari tingkatan strata sosial di dalam masyarakat dan mempunyai keunikan dari segi bentuk maupun makna-makna tertentu yang dikandungnya.

Rumah tradisional banjar tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut :
  1. Bubungan Tingi, sebagai bangunan Istana Sultan Banjar, dihuni oleh raja beserta para pangeran.
  2. Gajah Baliku, bangunan yang dihuni oleh saudara-saudara raja.
  3. Gajah Manyusu, kediaman bagi para warit raja, yaitu keturunan para Gusti.
  4. Balai Laki, tempat hunian para punggawa mantri dan prajurit pengawal Sultan Banjar.
  5. Balai Bini, bangunan khusus bagi para putri atau keluarga raja pihak wanita.
  6. Palimasan, bangunan untuk bendaharawan Kesultanan Banjar. Di tempat ini, tersimpan kekayaan kerajaan seperti emas dan perak.
  7. Palimbangan, hunian bagi para pemuka agama dan para saudagar.
  8. Cacak Burung (Anjung Surung), rumah bagi rakyat pada umumnya.
  9. Tadah Alas, rumah bagi rakyat pada umumnya.
  10. Joglo, jenis rumah bagi para Tionghoa yang mendiami kawasan Banjarmasin. Bangunan ini juga berfungsi sebagai gudang untuk barang dagangan.
  11. Lanting, tempat tinggal khusus bagi rakyat Banjar yang mendiami batang banyu (pinggir sungai). Prinsip pondasinya mengambang seperti pelampung.
Perkembangan waktu serta mulai memudarnya stratifikasi sosial dalam kehidupan masyarakat ternyata juga berdampak pada hilangnya tipe-tipe rumah tersebut dari konteks asalnya. Tipe rumah yang masih bertahan hanyalah tipe Bubungan Tinggi, yang kemudian sering dijadikan ikon rumah tradisional banjar, serta rumah Lanting di pinggiran sungai empat perekonomian masyarakat berlangsung.

Perjalanan EKSKURSI BANJAR 2010, Antara Dua Dunia, akan mencoba membandingkan dua tipe rumah tradisional banjar tersebut serta mencari hubungan yang terjadi di antara keduanya. Selain itu, konteks yang berbeda antara rumah Bubungan Tinggi yang berada di darat dan Rumah Lanting yang berada di pinggir sungai diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang pengaruh konteks terhadap lahir dan berkembangnya sebuah arsitektur tradisional.

Rabu, 23 Juni 2010

EKSKURSI BANJAR: ANTARA DUA DUNIA


Kalimantan Selatan merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki kekayaan budaya dan arsitektural yang khas. Perkembangan kebudayaan mereka tidak terlepas dari pengaruh kondisi geografisnya. Tumbuh dan berkembang melalui sungai, Kalimantan yang berjuluk Pulau Seribu Sungai, memperlihatkan geliat kegiatan perekonomian masyarakat di sungai sekaligus sebagai ruang hidup mereka. Di sisi lain, daratan turut berperan dalam membentuk wajah lain kehidupan pemerintahan dan kebudayaan Kalimantan selatan. Kedua sisi ini, sungai dan darat, menghasilkan beragam karakter arsitektural banjar yang khas, yang mengandung banyak filsafat kehidupan orang Banjar, berkaitan dengan kepribadian, perilaku, nilai historis, dan nilai religius mereka.
Melihat dari dua perspektif yang berbeda, antara sungai dan daratan, ekskursi kali ini akan mempelajari pengaruhnya terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat Banjar yang akhirnya tercermin dalam wujud arsitektur tradisional Banjar yang bernilai estetis dan mengandung nilai historis.

Minggu, 20 Juni 2010

PEMBEKALAN TIM EKSKURSI ARSITEKTUR UI BANJAR 2010


PEMBEKALAN TIM EKSKURSI BANJAR 2010

Rabu, 23 Juni 2010
Pukul 15.00 s/d selesai
di GALERI SALIHARA

Pelatihan Fotografi oleh Yori Antar (Arsitek dan Fotografer)
 Diskusi Rumah Banjar bersama Abib Harun (Pecinta Rumah Banjar)

TERBUKA UNTUK SELURUH WARGA DEPARTEMEN ARSITEKTUR UNIVERSITAS INDONESIA

Kamis, 17 Juni 2010

Susunan Panitia Ekskursi

Ketua Pelaksana: Robin Hartanto

Sekretaris Umum: Mahargarani S.
PJ Kesekretariatan: Siwi Ayuning
     Bendahara Umum: Arichi Christika

    Kabid: Operasional: Rangga Suryadi
    Wakabid Operasional: Zaimuddin Khairi
    PJ Acara: Namlia Mahabba
    PJ Konsumsi: Adriana Andhini
    PJ P3K: Anindya Fitriyanti
    PJ Keamanan: Andrea Theodore
    PJ Dokumentasi: M. Salman

      Kabid Sarana: Azriansyah Ithakari
      Wakabid Sarana: Ardi Nugroho
      PJ Akomodasi: Ralpy Machio
      PJ Transportasi: Candra Kusuma
      PJ Perlengkapan: Nur Hadianto

      Kabid Humas: Ajeng Nadia
      PJ Publikasi: Tharrasita Carissa
      PJ Media Partner: Gita Zuhri

        Kabid Materi: Diandra Pandu S
        Wakabid Materi: Yohanes Dimas

        Kabid Kreatif: Adhifah Rahayu
        PJ Desain: Mikhael Johanes
        PJ Produksi: Lutfi Prayogi

        Kabid Dana: Sagita Devi
        PJ Sponsorship: Talisa Dwiyani
        PJ Danus: Wulan Sibatuara
        PJ Donatur: Yulia Vonny

        Jenis Kegiatan Ekskursi

        A. Pra Ekskursi

        • Pelatihan fotografi dan diskusi Rumah Banjar sebagai pembekalan sebelum keberangkatan
        • Pengumpulan dana dan materi ekskursi
        • Mencari isu dan garis besar pencapaian ekskursi
        • Menyiapkan materi tertulis tentang daerah tujuan
        • Membuat rancangan dari data yang terkait dengan obyek daerah tujuan
        • Pengumpulan dan pencarian dana
        B. Ekskursi
        • Pemberangkatan peserta ekskursi 2010
        • Pengumpulan data dan survey langsung di lapangan
        • Diskusi, presentasi, dan tanya jawab seputar materi yang dikaji
        C. Pasca Ekskursi
        • Penyusunan data yang didapat dari hasil kegiatan ekskursi
        • Penyusunan buku
        • Pameran hasil luaran dari kegiatan ekskursi

        Peserta Kegiatan Ekskursi

        Ekskursi ini diikuti oleh 35 mahasiswa arsitektur FTUI yang mengikuti ekskursi secara konsisten dari awal ekskursi hingga akhir kegiatan tersebut.

        Waktu dan Tempat Kegiatan Ekskursi

        Pra Ekskursi
        Pembekalan Tim Ekskursi Arsitektur UI Banjar 2010
        Hari/ Tanggal: Rabu, 23 Juni 2010
        Tempat: Galeri Salihara
        Acara:

        • Pelatihan Fotografi oleh Yori Antar
        • Diskusi Rumah Banjar oleh Abib Harun (Pecinta Rumah Banjar)


        Ekskursi
        Hari/ Tanggal: Minggu, 1 Agustus 2010 sampai dengan Jumat, 20 Agustus 2010
        Tempat:  Banjarmasin dan Martapura, Kalsel

        Pasca Ekskursi
        Pameran Ekskursi Banjar 2010
        Hari/ Tanggal: November
        Tempat: dalam konfirmasi

        Bentuk Kegiatan Ekskursi

        1. Pra Ekskursi
        • Pelatihan Fotografi
        • Diskusi Rumah Banjar
        2. Ekskursi
        • Live-in (menginap) di rumah penduduk selama tiga minggu dan mengunjungi obyek-obyek yang dikaji
        • Wawancara dengan penduduk setempat
        • Pengumpulan data dan materi analisis berupa sketsa, foto, skoring, dan video dokumentasi
        3. Pasca Ekskursi
        • Pameran Ekskursi Banjar 2010

        Materi, Sasaran, dan Output Ekskursi

        Ekskursi Banjar 2010 mengkaji arsitektur vernakular Banjar yaitu Keraton Banjar dan Rumah Lanting di Martapura dan Banjarmasin dengan keluaran berupa buku, foto esai, sketsa, skoring, pemetaan pola kampung, dan maket rumah tradisional Banjar.

        Tujuan dan Nama Kegiatan Ekskursi


        Dalam dunia arsitektur dikenal istilah arsitektur vernakular yaitu arsitektur hasil karya masyarakat yang dipengaruhi oleh faktor sosial budaya dan fisik lingkungan dari daerah tersebut.
        Kalimantan Selatan merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki kekayaan budaya yang perkembangannya tidak terlepas dari keadaan geografisnya. Di satu sisi, sungai membentuk mereka dengan menjadi denyut nadi perekonomian masyarakat. Di sisi lain, daratan yang lebih strategis untuk pemerintahan turut serta dalam membentuk muka lain dari kebudayaan Kalimatan Selatan. Hal inilah yang kemudian menjadi dasar mengapa Kalimantan Selatan dipilih menjadi daerah ekskursi karena memiliki keunikan budaya lokal.
        Tujuan ekskursi 2010 kali ini ialah mempelajari bagaimana rumah-rumah Banjar terbentuk melalui dua perspektif: sungai dan daratan. Fokus yang kami amati adalah Keraton Banjar dan Rumah Lanting.
        Nama kegiatan ini adalah: EKSKURSI BANJAR ARSITEKTUR UI 2010: ANTARA DUA DUNIA.

        Latar Belakang Ekskursi

        Ekskursi merupakan kegiatan rutin setiap tahun yang dilaksanakan oleh mahasiswa arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia sebagai program kerja unggulan Ikatan Mahasiswa Arsitektur (IMA) 2010. Ekskursi mewadahi mahasiswa arsitektur untuk mengembangkan wawasan akan arsitektur lokal Indonesia, mengenal dan memahami kearifan arsitektur lokal melalui pengamatan dan penelitian dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan yang didapatkan dari dunia perkuliahan
        Melalui ekskursi, diharapkan dapat tumbuh kecintaan dan kebanggaan terhadap kekayaaan identitas nusantara, disamping sebagai sarana pengembangan kemampuan mahasiswa. Selain itu, apa yang dihasilkan diharapkan dapat menjadi salah satu upaya pelestarian kebudayaan Indonesia.