Halaman

Senin, 26 Juli 2010

TIM DIVISI MATERI EKSKURSI BANJAR 2010

Pada dasarnya, kegiatan EKSKURSI BANJAR 2010 : ANTARA DUA DUNIA merupakan kegiatan untuk mengumpulkan, mengolah, serta memaparkan bagaimana arsitektur vernakular di Indonesia, khususnya arstektur dari Suku Banjar. Semua output selanjutnya akan kami bagi ke khalayak umum pada pameran serta bedah buku output Ekskursi Banjar pada bulan November yang akan datang.

Peserta berasal dari campuran mahasiswa 4 angkatan Departemen Arsitektur FTUI. Berikut ini adalah daftar peserta ekskursi berdasarkan pembagian divisinya :

Tim Sketsa
Tim yang akan mendokumentasikan objek arsitektur dengan tangan. Gambar yang akan dihasilkan adalah gambar denah tampak potongan (termasuk tahap pengukuran), perspektif bentuk dan suasana, detail, dan scoring. Media grafis bebas.
Output: gambar-gambar komunikatif akan objek penelitian.
  1. Dimas '07
  2. Bagus '08
  3. Mala '06
  4. Adlina '08
  5. Fera '08
  6. Mirzadelya '08
  7. Talisa '08
  8. Iqro '08
Tim Pola Kampung
Tim yang akan memetakan ruang wilayah yang akan menjadi objek penelitian. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah tata bangunan, jarak, dan kontur.
Output: model pola kampung.
  1. Diandra '07
  2. Adhifah '07
  3. Ajeng Nadia '08
  4. Mahargarani '07
  5. Zaimuddin '08
  6. Andrea Theodore '07
  7. Yasinka '08
  8. Ralpy Machio '07
  9. Rizki Riza '07
  10. Nur Hadianto '08 
Tim FotoTim ini akan mendokumentasikan objek penelitian dengan media foto. Foto yang dihasilkan adalah foto secara general (dokumentasi) dan foto tematik (tema ditentukan tim).
Output: foto print dan foto essay.
  1. Erick '07
  2. Mulia Idznillah '06
  3. Azriansyah '08
  4. Veronica '07
  5. Reyni '07
  6. Cindy '07
  7. Robin '07
  8. Berlinda '07
Tim Video
Tim ini akan mendokumentasikan penelitian dengan media video. Tim akan menentukan story board dan time line sendiri. Jenis video yang dibuat adalah video dokumenter.
Output: video.
  1. Alline Dwianthina '07
  2. Imaniar Sofia '08
  3. Tharrasita '07
  4. Ayu M. '08
  5. Rangga '08
  6. Arichi '07
  7. Putri Ayu '08
  8. Hakimul Musyaffa '06
Tim Wawancara
Tim ini akan mencari data dengan berdialog langsung dengan nara sumber. Hal-hal yang akan dibahas adalah tentang budaya, kebiasaan, hal-hal yang berkaitan dengan arsitektur dan kehidupan keseharian mereka, ekonomi, dan sebagainya.
Output: artikel tentang hal-hal tersebut di atas.
  1. Imam '06
  2. Adriana Andhini '08
  3. Sagita '07
  4. Wulan '07
  5. Cherina '09
  6. Meidesta '09
  7. Tuti '07

Sabtu, 24 Juli 2010

RUMAH BUBUNGAN TINGGI

oleh Didha Igasi M.

Rumah Bubungan Tinggi, salah satu rumah adat Suku Banjar, adalah bangunan yang tertua dari seluruh tipe rumah tradisional. Rumah Bubungan Tinggi dikenal sebagai Istana Sultan Banjar, oleh karena itu, rumah ini dinilai sebagai bangunan paling utama dari rumah-rumah adat lainnya.

Rumah Bubungan Tinggi memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
  1. Tubuh bangunan besar dan memanjang lurus ke depan sebagai bangunan induk serta memiliki tiang-tiang yang tinggi.
  2. Bagian bangunan yang tampak seperti menempel pada bagian kiri dan kanan agak ke belakang disebut Anjung. Dalam istilah Banjar, konstruksi ini disebut pisang sasikat (pisang sesisir).
  3. Bubungan atap yang tinggi melancip disebut bubungan tinggi dengan konstruksi atap pelana (Zadeldak) yang membentuk sudut sekitar 45'.
  4. Bubungan atap yang memanjang ke depan disebut atap sindang langit dengan konstruksi atap sengkuap (lessen aardak)
  5. Bubungan atap yang menurun ke belakang disebut atap hambin awan dengan konstruksi atap sengkuap.
Ruangan-ruangan yang terdapat pada Rumah Bubungan Tinggi memiliki keunikan yaitu lantai yang berjenjang atau berbeda ketinggian. Ruangan yang terdapat pada Rumah Bubungan Tinggi ini adalah :
  1. Palatar (pendopo atau teras), adalah ruangan depan yang merupakan ruangan rumah yang berada tepat setelah tangga masuk. Ukuran luas ruangan ini adalah 7 x 3 meter. Palatar juga bisa disebut pamedangan.
  2. Panampik Kacil adalah ruangan yang agak kecil setelah masuk melalui lawang hadapan (pintu depan). Permukaan lantainya lebih tinggi daripada lantai palatar dan ambang lantainya disebut watun sambutan. Luas ruangan ini adalah 7 x 3 meter.
  3. Panampik Tangah adalah ruangan yang lebih luas dan memiliki permukaan lantai yang lebih tinggi dari panampik kacil. Ambang lantai pada ruangan ini disebut watun jajakan.
  4. Panampik Basar atau disebut juga Ambin Sayup adalah ruangan yang menghadapi dinding tengah, atau dalam istilah Banjar disebut tawing halat. Permukaan lantainya lebih tinggi dari ruang sebelumnya namun memiliki nama ambang lantai yang sama dengan panampik tangah yaitu watun jajakan. Luas ruangan ini adalah 7 x 5 meter.
  5. Palindangan atau Ambin Dalam adalah ruang bagian dalam rumah yang berbatasan langsung dengan panampik basar. Lantai palindangan biasanya sama tinggi dengan lantai panampik basar, namun ada juga rumah yang membuat permukaan lantainya lebih tinggi dari panampik basar. Dasar pintu pada tawing halat di ruangan ini tidak mencapai ke dasar lantai sehingga ambang lantainya disebut dengan watun langkahan. Luas ruangan ini 7 x 7 meter dan di dalamnya terdapat tiang-tiang besar yang menyangga bubungan tinggi sebanyak 8 buah. Tiang-tiang ini disebut Tihang Pitugur atau Tihang Guru.
  6. Panampik Dalam atau Panampik Bawah adalah ruangan dalam yang cukup luas berukuran 7 x 5 meter dengan permukaan lantai yang lebih rendah dari palindangan namun sama tinggi dengan panampik tangah. Ambang lantai pada ruangan ini juga disebut watun jajakan.
  7. Padapuran atau Padu adalah ruangan terakhir yang terletak di bagian belakang bangunan. Permukaan lantainya lebih rendak dari panampik bawah dan ambang lantainya disebut watun juntaian. Pada beberapa rumah dengan watun juntaian yang tinggi, terdapat tangga untuk keperluan turun dan naik. Ruangan ini dibagi atas bagian anganan (tempat memasak), salaian (tempsat mengeringkan kayu api), pajijiban, dan pangaduran (tempat mencuci piring atau pakaian). Luas ruangan ini adalah 7 x 3 meter.
  8. Anjung Kiwa dan Anjung Kanan adalah dua ruangan yang berhubungan pada kiri dan kangan palindangan. Pada sisi dinding depan kedua anjung terdapat sebuah jendela yang dalam istilah banjar disebut lalungkang.
  9. Lalungkang berjumlah sama pada sisi dinding bangkunan rumah sebelah kiwa dan kanan. Jendela=jendela tersebut berada pada dindng kiri dan kanan panampik tangah, panampik badar, panampik bawah dan padapuran.
  10. Hanya terdapat dua buah tangga yaitu tangga hadapan dan tangga balakang di rumah Bubungan Tinggi. Kedua tangga ini terletak di tengah. Jumlah anak tangga merupakan bilangan ganjil 5, 6, atau 9 dan terbuat dari bahan kayu ulin yaitu kayu besi yang kokoh.
Sebenarnya, ukuran tinggi, lebar, dan panjang setiap rumah adat Banjar umumnya berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh karena ukurannya didasarkan pada ukuran depa atau jengkal tangan pemilik rumah tersebut.
Ada kepercayaan yang berkembang di masyarakat Banjar bahwa setiap ukuran haruslah menggunakan bilangan yang ganjil. Tidak hanya pada ukuran panjang dan lebar, tapi juga menyangkut hal-hal yang lebih kecil seperti jumlah hiasan tangga, anak tangga, layang-layang puncak, dan lain-lain.
Jika diukur, maka panjang bangunan induk rumah adat Banjar pada umumnya adalah 31 meter dengan lebar 7 meter. Sementara lebar anjung masing-masing 5 meter. Tinggi lantai dari permukaan tanah adalah 2 meter pada kolong di bawah anjung dan palindangan, dan bervariasi hingga yang terendah, yaitu kolong di bawah palatar yang tingginya 1 meter.

Dalam penataan ruangnya, rumah tradisional Bubungan Tinggi membedakan ruangan dalam tiga jenis, yaitu ruang terbuka, ruang setengah terbuka, dan ruang dalam.
Ruang terbuka terdiri dari pelataran atau serambi. Serambi ini dibagi lagi menjadi dua yaitu surambi muka dan surambi sambutan.
Ruang setengah terbuka diberi pagar rasi dan disebut lapangan pamedangan.
Jenis yang terakhir, yaitu ruang dalam dibagi menjadi pacira dan panurunan (panampik kacil), paluaran (panampik basar), dan palendangan (panampik panangah) yang terdiri dari palidangan dalam, anjung kanan dan anjung kiwa, dan panampik padu (dapur).

Bangunan tubuh Rumah Bubungan Tinggi dengan bangunan induknya tersebut jika dilihat dari samping akan memperlihatkan tujuh jenjang perbedaan ketinggian lantai dari palatar hingga padapuran, namun ada pula yang hanya memiliki 5 jenjang karena menghilangkan panampik tangah dan panampik bawah pada rumah. Walaupun begitu, jumlah jenjang tetap ganjil.
Konstruksi yang menghilangkan dua ruangan ini menyebabkan ambang lantai antara panampik kacil dan panampik basar menjadi tinggi, oleh karena itu, dibuatlah Pacira, yaitu kotak segi empat yang di dalamnya terdapat tangga kecil dengan satu anak tangga. Selain itu, pacira ini juga terdapat pada padapuran yang langsung berhubungan dengan palindangan.


--dari berbagai sumber.

Jumat, 23 Juli 2010

ARSITEKTUR SUKU BANJAR

oleh Didha Igasi M.

Perwujudan dari seni arsitektur di Suku Banjar merupakan rumah tradisional suku tersebut, yakni rumah banjar. Arsitektur tradisional banjar sebagai warisan budaya daerah Kalimantan Selatan telah melampaui masa berabad-abad, tampak dominan pada bangunan rumah-rumah adat. Arsitektur yang bernilai estetis dan menganding histori itu pada dasarnya perlu dilestarikan agar dapat diwaeisi oleh generasi berikutnya.

Beberapa ciri umum arsitektur tradisional banjar :

  1. Bangunan dalam konstruksi bahan kayu
  2. Rumah panggung
  3. Bangunan bersifat simetris
  4. Sebagian besar bangunan memiliki anjung
  5. Atap rumah yang dipergunakan adalah atap sirap yang dibuat dari kayu ulin
  6. Hanya memiliki dua buah tangga
  7. Pintu yang menghubungkan ke luar atau ke dalam rumah hanya ada dua
  8. Adanya Tawing Halat (dinding pembatas)
Rumah adat banjar di Kalimantan Selatan ada 11 tipe, yaitu Bubungan Tinggi, Gajah Baliku, Gajah Manyusu, Balai Laki, Balai Bini, Palimasan, Palimbangan, Cacak Burung, Tadah Alas, Joglo, dan Lanting. Tipe-tipe rumah tersebut terbagi dalam masyarakat Suku Banjar berdasarkan kasta (tingkatan kedudukan).
Rumah yang akan dipelajari lebih lanjut dalam ekskursi ini merupakan rumah Bubungan Tinggi dan rumah Lanting karena merupakan bangunan yang dapat mewakili kehidupan dari masyarakat Suku Banjar secara keseluruhan.

Selasa, 13 Juli 2010

MENGAPA SUKU BANJAR?


Di Pulau Kalimantan, tentunya Suku Dayak lebih populer dari Suku Banjar. Suku Dayak memiliki banyak karakteristik yang seolah-olah menjadi identitas dari Kalimantan secara keseluruhan. Namun di samping hal tersebut, terdapat suatu komunitas yang juga memiliki karakteristik yang kuat dan dapat dikatakan menjadi identitas Kalimantan bagian selatan, yakni Suku Banjar.

Tentunya kita pernah melihat, baik itu di media cetak, maupun di televisi, suatu transaksi perbelanjaan yang dilakukan di atas sungan menggunakan rakit layaknya di pasar. Keunikan tersebut ternyata masih ada hingga saat ini, di mana teknologi telah berkembang pesat. Kegiatan tersebut merupakan salah satu tradisi yang berasal dari Suku Banjar. Suku Banjar ialah suku yang menempati sebagian besar wilayah Kalimantan Selatan. Sejak abad ke-17, suku ini merambah ke Kalimantan Tengah dan Timur, terutama kawasan dataran dan hilir daerah aliran sungai.

Nama Banjar diperoleh karena mereka dahulu adalah warga Kesultanan Banjar, yang kemudian dihapuskan pada 1860/ Adapun suku lain yang menempati Kalimantan ialah Suku Dayak. Islam, sebagai ciri dan identitas Suku Banjar, hal yang membedakan dengan Suku Dayak yang masih menganut animisme. Sehingga berpindah agama di kalangan masyarakat Dayak dikatakan sebagai 'pembersihan diri', disamping menjadi orang Banjar.

Konon, Suku ini menemukan daerah teritorialnya dengan menyusuri aliran sungai. Maka dari itu pula sungai mempengaruhi kebiasaan hidup suku yang tak bisa terlepas dari berbagai kegiatannya. Bagi Suku Banjar, sungai tidak hanya digunakan sebagai sarana transportasi, namun juga sarana interaksi antarmasyarakat. Kebenradaan sungai ini juga mempengaruhi pola arsitektur yang ada, yakni seperti memberikan batasan tak terlihat pada pembagian rumah tinggal dan munculnya tradisi, baik dalam pembangunan rumah tinggal maupun setelahnya. Tradisi tersebut berypa tempat tinggal yang terbagi di dua tempat, darat dan sungai, ukiran-ukiran berupa kaligrafi atau simbol, serta pada tingkat sosial atau kedudukan yang dicerminkan melalui ukuran, seni, hingga kemegahan bangunannya. Ada 11 jenis rumah banjar pada umumnya berdasarkan tingkat status sosialnya. Rumah adat banjar, Bubungan Tinggi, sebagai tempat tinggal raja sekaligus bangunan dengan kasta tertinggi, serta Rumah Lanting sebagai tempat tinggal rakyat dan bangunan dengan kasta terendah yang berada di sungai.