Sabtu, 14 Agustus 2010
Belum lengkap memang kalau ke Kalimantan Selatan, tapi belum ke Pasar Apung Lok Baintan, pasar terapung tradisional lain yang dimiliki Kalimantan Selatan. Begitulah yang dirasakan oleh sebagian tim kami yang belum ke sana. Penasaran akan cerita dari tim yang sudah menjamah daerah itu membuat rasa penasaran kami semakin memuncak. Oleh karena itu, tim wawancara, tim pola kampung, serta tim sketsa memutuskan untuk pergi ke sana pada pagi hari sebelum matahari terbit. Sedikit tips bagi yang mau menginjungi pasar tersebut, datanglah di pagi hari, karena pasar apung tersebut hanya berjualan dari pukul 6 pagi hingga pukul 8 saja.
Berangkat setelah makan sahut dan sholat subuh bersama di basecamp, kami masih berjalan kaki hingga pangkalan klotok di depan Masjid Sabillah, Banjarmasin. Jalan pagi hari di pusat kota Banjarmasin terasa seperti berada di kota tak berpenghuni, kota mati yang bahkan sebuah motor pun tak melintas di sepanjang perjalanan kami. Dari sana, klotok, sebuah perahu bermesin sederhana sewaan kami pun mulai menyusuri Sungai Martapura hingga ke Sungai Tabuk. Perjalanan di pagi buta membuat seisi klotok terlelap dimanjakan aliran angin sungai dan bebunyian khas dari klotok.
Perjalanan di klotok selama satu setengah jam cukup untuk menghilangkan rasa kantuk kami. Sesampainya di sana, ternyata pasar apungnya telah ramai. Sekitar puluhan bahkan ratusan jukung berbagai ukuran dan barang jualan meramaikan salah satu sisi Sungai Tabuk. Kesan dari sungai ini juga berbeda dengan Sungai Martapura yang terletak di kota. Sungai ini lebih sunyi dari suara klotok yang biasanya saling bersahut di Sungai Martapura. Jukung, sebuah perahu dayung kecil yang membawa masyarakat lokal menyusuri sungai, mendominasi di sana. Karena penasaran, beberapa dari kami mencoba untuk menaiki jukung dengan menumpangjukung ibu-ibu pedagang di sana. Mereka sangat ramah dan mau memberikan tumpangan kepada kami, tapi jangan lupa untuk memberikan sedikit tanda terima kasih dengan cara membeli barang jualannya atau memberikan sedikit uang untuknya.
Ternyata, sistem berjualan di sana berbeda. Penjual dapat berperan sebagai pembeli. Bahkan, mayoritas yang ada seperti itu. Barang yang dijajakan pun beraneka ragam. Dari sayur mayur, buah-buahan, beras, hingga ayam potong. Jadi, transaksi yang terjalin adalah sesama pengendara jukung walaupun tak jarang penduduk yang tinggal di pinggir sungai ikut membeli. Lucunya, pasar apung ini seolah terbawa oleh arus Sungai Tabuk. Dari awalnya dibagian hulu, pasar yang bergerombol itu mengalir lebih ke lihirnya. Proses pergerakannya itu dapat teramati dari atas jembatan penghubung antar desa.
Setelah sampai di ujung sungai, keadaan pasar seperti membias ke penjuru sungai. Masing-masing jukung mulai kembali ke rumah sang pemilik. Riakan air dan suara kerumunan mulai tersamar. Daerah itu kembali hening dan sunyi.
Rabu, 27 Oktober 2010
Ekskursi Banjar, 11 – 13 Agustus 2010
11 Agustus 2010
Jadwal ekskursi hari ini adalah kunjungan ke Pendulangan Intan Campaka dan dilanjutkan ke Teluk Selong untuk melengkapi pengambilan data-data mengenai rumah Bubungan Tinggi. Kami berangkat dari basecamp. menuju Pendulangan Intan Campaka sekitar pukul 8.00 WITA, setelah sahur pertama kami di basecamp. Tempat ini merupakan hasil rekomendasi dari dosen pembimbing yang ikut serta dalam perjalanan kami ini. Di sana kami melihat bagaimana para pekerja mencari batu-batu yang nantinya akan diproses lagi menjadi batu yang bagus. Para pendulang intan di sana sangat menerima kedatangan kami. Bahkan beberapa dari kami diberi berbagai macam batu hasil pendulangan yang nantinya akan diproses lagi.
Setelah kegiatan di pendulangan intan selesai, kemi melanjutkan kegiatan kami di teluk Selong, sebuah rumah Bubungan Tinggi yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh pemerintah daerah setempat. Seluruh peserta melanjutkan pengumpulan data dengan tiap divisinya. Banyak hal yang kami dapat di hari ini. Budaya, keseharian, arsitektural hingga kerajinan khas di daerah itu. Sejenis baru-batuan dan biji-bijian dirangkai menjadi barang-barang yang cantik. Dari yang sederhana seperti gelan, kalung, gantungan kunci, hingga yang lebih rumit seperti tas atau dompet.
Semua peserta melakukan pengumpulan data dengan cermat karena ini merupakan pengumpulan materi yang terakhir. Diharapkan semua hal yang ingin kami peroleh sudah terkumpul dan siap diolah di Jakarta.
12 Agustus 2010
Kunjungan hari berikutnya adalah ke Sungai Kuin. Kami mengisi kunjungan ini dengan mencari data-data pelengkap mengenai kehidupan Sungai Kuin, rumah panggung, dan lating. Kunjungan di kawasan terakhir ini kami lakukan hingga sore hari, selain karena hari itu merupakan hari terakhir pengumpulan materi, kami juga berencana untuk mencicipi penganan khas Pasar Wadai, sebuah pasar musiman yang selalu ramai pengunjung setiap harinya selama Bulan Ramadhan. Sekitar pukul 5 sore waktu setempat, kami mulai bergerak menuju lokasi pasar di depan Masjid Besar Sabillah, Banjarmasin. Saat kami sampai, di sana sudah dipadati oleh ratusan manusia yang bertujuan sama dengan kami; mencari penganan untuk berbuka puasa.
Matahari sudah mendekati terbenam. Kami pun menyebar untuk mencari makanan untuk membatalkan puasa hari itu. Dari es, kue basah, penganan berat, dan berbagai jenis makanan dari penjuru negeri yang ada di Pasar Wadai cukup membuat kami bingung untuk memilih. Setelah memilih makanan berbuka, kami kembali ke tempat klothok sewaan kami tertambat. Ya, kami memutuskan untuk menikmati segala belanjaan kami di atas kendaraan sehari-hari kami selama di sana. Bagi kami, para pendatang, pengalaman makan ditemani pemandangan sungai di pinggiran Sungai Martapura. merupakan pemandangan yang menarik. Lampu jembatan yang berwarna-warni di kegelapan malam menjadi pemandangan yang indah dan damai, diiringi oleh gaung suara langgar yang bersahutan di sana. Serasa semua keletihan setelah kunjungan ke Sungai Kuin sehari ini seperti hilang begitu saja.
13 Agustus 2010
Rapat besar materi ekskursi terakhir di Banjar. Hari itu kami mengecek kembali daftar materi yang sudah kami kumpulkan selama hampir dua minggu di pulau orang. Kegiatan ini berlangsung di basecamp sampai sekitar pukul 15.00 WITA. Keputusan bahwa materi yang kami dapatkan telah cukup menandakan kegiatan perjalanan Ekskursi Banjar 2010 ini akan segera berakhir. Tinggal selanjutnya bagaimana kami mengolah materi tersebut untuk menjadi kegiatan lanjutan ekskursi di Jakarta.
Sore hari setelah rapat besar, kami kedatangan tamu dari IAI Kalimantan Selatan, ibu Ir. Judyanti Mutiara, selaku ketua IAI beserta pengurusnya yang sangat mendukung kegiatan kami ini. Kedatangan mereka bertujuan untuk menanyakan kabar mengenai perjalanan kami di Banjar serta sejauh mana progress kami dalam mengumpulkan materi, dan lain sebagainya. Kedatangan tim IAI menambah semangat kami untuk bekerja lebih keras dalam kegiatan Ekskursi 2010.
Pukul 17.00 WITA, setelah kunjungan IAIA, kami melanjutkan kegiatan berikutnya, yaitu berjunjung ke Universitas Lambung Mangkurat untuk memenuhi undangan buka puasa bersama. Satu lagi yang membuat kami lebih semangat menjalani kegiatan ekskursi ini adalah dukungan dan bantuan dari teman-teman kami di UNLAM. Mereka sangat menerima kedatangan kami dan bersedia membantu kami yang memiliki sedikit pengetahuan tentang Banjar dan masyarakatnya. Acara buka puasa bersama di UNLAM ini menjadi media menjalin persahabatan bagi dua universitas kebanggaan Indonesia.
Sekali lagi, kami mengucapkan terima kasih atas semua bantuan dari pihak-pihak yang telah membantu berjalannya acara ini. Salam Ekskursi Banjar 2010
Jadwal ekskursi hari ini adalah kunjungan ke Pendulangan Intan Campaka dan dilanjutkan ke Teluk Selong untuk melengkapi pengambilan data-data mengenai rumah Bubungan Tinggi. Kami berangkat dari basecamp. menuju Pendulangan Intan Campaka sekitar pukul 8.00 WITA, setelah sahur pertama kami di basecamp. Tempat ini merupakan hasil rekomendasi dari dosen pembimbing yang ikut serta dalam perjalanan kami ini. Di sana kami melihat bagaimana para pekerja mencari batu-batu yang nantinya akan diproses lagi menjadi batu yang bagus. Para pendulang intan di sana sangat menerima kedatangan kami. Bahkan beberapa dari kami diberi berbagai macam batu hasil pendulangan yang nantinya akan diproses lagi.
Setelah kegiatan di pendulangan intan selesai, kemi melanjutkan kegiatan kami di teluk Selong, sebuah rumah Bubungan Tinggi yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh pemerintah daerah setempat. Seluruh peserta melanjutkan pengumpulan data dengan tiap divisinya. Banyak hal yang kami dapat di hari ini. Budaya, keseharian, arsitektural hingga kerajinan khas di daerah itu. Sejenis baru-batuan dan biji-bijian dirangkai menjadi barang-barang yang cantik. Dari yang sederhana seperti gelan, kalung, gantungan kunci, hingga yang lebih rumit seperti tas atau dompet.
Semua peserta melakukan pengumpulan data dengan cermat karena ini merupakan pengumpulan materi yang terakhir. Diharapkan semua hal yang ingin kami peroleh sudah terkumpul dan siap diolah di Jakarta.
12 Agustus 2010
Kunjungan hari berikutnya adalah ke Sungai Kuin. Kami mengisi kunjungan ini dengan mencari data-data pelengkap mengenai kehidupan Sungai Kuin, rumah panggung, dan lating. Kunjungan di kawasan terakhir ini kami lakukan hingga sore hari, selain karena hari itu merupakan hari terakhir pengumpulan materi, kami juga berencana untuk mencicipi penganan khas Pasar Wadai, sebuah pasar musiman yang selalu ramai pengunjung setiap harinya selama Bulan Ramadhan. Sekitar pukul 5 sore waktu setempat, kami mulai bergerak menuju lokasi pasar di depan Masjid Besar Sabillah, Banjarmasin. Saat kami sampai, di sana sudah dipadati oleh ratusan manusia yang bertujuan sama dengan kami; mencari penganan untuk berbuka puasa.
Matahari sudah mendekati terbenam. Kami pun menyebar untuk mencari makanan untuk membatalkan puasa hari itu. Dari es, kue basah, penganan berat, dan berbagai jenis makanan dari penjuru negeri yang ada di Pasar Wadai cukup membuat kami bingung untuk memilih. Setelah memilih makanan berbuka, kami kembali ke tempat klothok sewaan kami tertambat. Ya, kami memutuskan untuk menikmati segala belanjaan kami di atas kendaraan sehari-hari kami selama di sana. Bagi kami, para pendatang, pengalaman makan ditemani pemandangan sungai di pinggiran Sungai Martapura. merupakan pemandangan yang menarik. Lampu jembatan yang berwarna-warni di kegelapan malam menjadi pemandangan yang indah dan damai, diiringi oleh gaung suara langgar yang bersahutan di sana. Serasa semua keletihan setelah kunjungan ke Sungai Kuin sehari ini seperti hilang begitu saja.
13 Agustus 2010
Rapat besar materi ekskursi terakhir di Banjar. Hari itu kami mengecek kembali daftar materi yang sudah kami kumpulkan selama hampir dua minggu di pulau orang. Kegiatan ini berlangsung di basecamp sampai sekitar pukul 15.00 WITA. Keputusan bahwa materi yang kami dapatkan telah cukup menandakan kegiatan perjalanan Ekskursi Banjar 2010 ini akan segera berakhir. Tinggal selanjutnya bagaimana kami mengolah materi tersebut untuk menjadi kegiatan lanjutan ekskursi di Jakarta.
Sore hari setelah rapat besar, kami kedatangan tamu dari IAI Kalimantan Selatan, ibu Ir. Judyanti Mutiara, selaku ketua IAI beserta pengurusnya yang sangat mendukung kegiatan kami ini. Kedatangan mereka bertujuan untuk menanyakan kabar mengenai perjalanan kami di Banjar serta sejauh mana progress kami dalam mengumpulkan materi, dan lain sebagainya. Kedatangan tim IAI menambah semangat kami untuk bekerja lebih keras dalam kegiatan Ekskursi 2010.
Pukul 17.00 WITA, setelah kunjungan IAIA, kami melanjutkan kegiatan berikutnya, yaitu berjunjung ke Universitas Lambung Mangkurat untuk memenuhi undangan buka puasa bersama. Satu lagi yang membuat kami lebih semangat menjalani kegiatan ekskursi ini adalah dukungan dan bantuan dari teman-teman kami di UNLAM. Mereka sangat menerima kedatangan kami dan bersedia membantu kami yang memiliki sedikit pengetahuan tentang Banjar dan masyarakatnya. Acara buka puasa bersama di UNLAM ini menjadi media menjalin persahabatan bagi dua universitas kebanggaan Indonesia.
Sekali lagi, kami mengucapkan terima kasih atas semua bantuan dari pihak-pihak yang telah membantu berjalannya acara ini. Salam Ekskursi Banjar 2010
Ekskursi Banjar, 7 - 10 Agustus 2010
SABTU, 7 Agustus 2010
Pada hari Sabtu di minggu pertama, tim besar Ekskursi 2010 terbagi menjadi dua: tim fotografi dan sebagian tim video menuju ke Lok Baintan serta tim lainnya menuju ke Teluk Selong. Lok Baintan merupakan sebuah pasar terapung tradisional di Kalimantan Selatan. Terletak cukup jauh dari pusat kota, membuat pasar ini masih terasa asli dan khas. Pukul 03.00 WITA, tim fotografi dan video telah bersiap dan berangkat dengan sebuah angkot. Pada awalnya, perjalanan tampak lancar-lancar saja dan seluruh anggota tim pun tertidur pulas. Tapi ternyata perjalanan itu tidak semulus yang dipikirkan. Pengendara angkot mengira tujuan tim fotografi dan video itu adalah pasar apung di Sungai Kuin. Kemudian, pengendara angkot tersebut bertanya-tanya kepada orang sekitar mengenai arah menuju ke Lok Baintan dan waktu menunjukkan pukul 04.00 WITA.
Setelah berkeliling mencari jalan dan kehilangan arah untuk yang kedua kalinya, akhirnya sampai juga di pasar apung Lok Baintan pukul 05.30 WITA. Awalnya, Lok Baintan terlihat sepi dan langit pun masih gelap. Penerangan yang ada berasal dari lampu-lampu di sekitarnya. Tim fotografi dan video berpencar ke rumah penduduk. Pada pukul 06.00 WITA, jukung, salah satu perahu dayung berbagai ukuran mulai berdatangan dari arah Barat satu per satu. Jukung-jukung tersebut bergerak ke arah timur dengan perlahan. Jumlahnya makin membludak di datangnya pagi. Di atasnya terdapat barang dagangan mereka yang beraneka ragam, seperti buah, sayur, ikan, gorengan, pakaian, dan lain-lain.
Tim fotografi dan video pun berpencar ke atas jembatan dan adapula yang mencoba ikut menaiki jukung untuk berinteraksi dengan para penjual secara langsung. Setelah mengambil gambar, video, dan berwawancara, tim fotografi dan video menyempatkan diri untuk melihat rumah bubungan tinggi yang ada di daerah Lok Baintan. Pada pukul 14.00 WITA, mereka dijemput oleh Kepala Operasional tim besar dengan truk dan menyusul tim lainnya di Teluk Selong.
Sementara itu, tim besar yang berangkat ke Telung Selong sudah bersiap dari pagi hari. Perjalanan ditempuh dengan truk selama kurang lebih 2 jam. Perjalanan ini pun tidak berjalan dengan cukup mulus. Awalnya, tim memang ingin menyusul ke Lok Baintan terlebih dahulu, namun karena adanya salah paham antara pengendara truk dan tim, membuat waktu terbuang percuma. Akhirnya tim pun menggeser jadwal untuk langsung menuju Teluk Selong.
Sesampainya di lokasi, tim menuju ke rumah adat Gajah Baliku, salah satu rumah adat dari suku Banjar yang berada di lokasi Cagar Budaya Teluk Selong. Semua divisi melakukan tugasnya masing-masing. Ada yang wawancara, foto, mengukur, dan lain-lain.
Siang harinya, tim menuju ke rumah adat Bubungan Tinggi yang terletak di belakangnya. Sama seperti di rumah Gajah Baliku, semua divisi pun bekerja di rumah Bubungan Tinggi. Rumah Bubungan Tinggi ini merupakan cagar budaya dan sering didatangi oleh wisatawan asing maupun dalam negeri. Di bagian depan rumahnya pun turut menjual pernak-pernik Kalimantan Selatan. Walaupun dikunjungi oleh banyak wisatawan, rumah ini tetap ditinggali oleh pemiliknya.
Selesai semua pengumpulan data, kami melanjutkan perjalanan ke pemberhentian selanjutnya. Pasar Intan Martapura, salah satu pasar wisata di Kalimantan Selatan menyediakan segala oleh-oleh dari daerah ini, menjadi sedikit refreshing dari kegiatan panjang hari ini.
Kelelahan karena panjangnya perjalanan hari ini membuat kami menyudahi kegiatan hari ini. Lagi-lagi, sang truk sewaan kami telah menjemput kami untuk kembali dan beristirahat.
MINGGU, 8 Agustus 2010
Hari Minggu ini, kami menjadwalkan untuk freeday. Bagi peserta Kristen dan Protestan, ini menjadi waktu luang untuk pergi ke gereja. Karena hari Minggu pertama kami mengagendakan untuk rapat besar materi. Rapat ini akan membicarakan segala hal mengenai materi yang akan kami olah di Jakarta, dari jadwal kegiatan kami untuk 2 minggu ke depan, target perolehan materi masing-masing divisi hingga persiapan materi buku output, nantinya. Namun sebelumnya, pada pagi harinya, kami dibebaskan untuk mengisi waktu luang. Untuk peserta Kristen dan Protestan, beribadah ke Gereja, sedangkan bagi yang tidak ke gereja, memutuskan untuk mengunjungi Pulau Kembang, salah satu objek wisata berupa pulau dengan ratusan monyet di dalamnya, termasuk bekantan. Letaknya yang dipisahkan dengan Sungai Barito membuat kami harus menggunakan klothok untuk menuju kesana.
Selesai dengan perjalanan refreshing ini, kami kembali ke basecamp untuk makan siang dan dilanjutkan dengan rapat besar materi. Rapat berlangung dengan lancar dan terkendali dari siang sampai malam.
SENIN, 9 Agustus 2010
Pada hari Senin, tim menuju ke museum Lambungmangkurat. Kunjungan ke museum ini termasuk ke dalam field trip. Di dalam museum ini terdapat maket-maket rumah adat, pakaian adat, serta diorama-diorama mengenai Kalimantan Selatan. Tim ditemani oleh seorang pemandu yang menjelaskan mengenai seluruh benda-benda yang dipamerkan. Para peserta memanfaatkan momen ini untuk menggali pengetahuan tentang Banjar. Kunjungan ke museum ini berlangsung dari pagi hingga siang hari.
Setelah itu, tim menuju ke Universitas Lambungmangkurat yang berada tidak jauh dari museum dengan berjalan kaki. Sesampainya di sana, peserta mengikuti lecture dari universitas mengenai rumah adat Banjar. Para peserta pun antusias mengajukan pertanyaan di sesi tanya jawab. Dari lecture tersebut, bertambahlah pengetahuan baru bagi peserta mengenai rumah adat Banjar sehingga dapat turut memperdalam materi Ekskursi. Lecture diakhiri dengan pemberian plakat kepada Universitas Lambungmangkurat dan ikatan mahasiswa arsitektur universitas tersebut.
SELASA, 10 Agustus 2010
Hari Selasa, tim besar menuju ke Sungai Kuin dengan menaiki klotok. Perjalanan dimulai sejak pagi buta untuk mendapatkan waktu pasar apung di Sungai Kuin. Sesampainya di lokasi, dari atas klotok, peserta dapat menyaksikan pasar apungnya. Para penjual dari atas jukung berlalu lalang di sekitar klotok sambil menawarkan barang dagangannya. Tim wawancara dan video pun turut duduk di atas jukung dan mengikuti kemana penjual itu berkeliling sambil mengobrol dan merekam. Pemandangan pasar apung ini dapat dinikmati dari atas klotok. Jukung-jukung yang berlalu lalang berlatarbelakangkan semburat cahaya matahari yang baru saja terbit.
Setelah melihat pasar apung Kuin, klotok berjalan menuju ke pemukiman di Kuin. Hanya saja ternyata air sungai sedang pasang pada saat itu. Hal ini menjadi masalah sebab klotoknya dikhawatirkan tidak dapat melewati bawah jembatan akibat permukaan airnya naik. Dengan demikian, tim dibagi menjadi dua, yaitu tim yang mempelajari rumah panggung dan tim yang mempelajari rumah lanting. Tim yang mempelajari rumah lanting, turun di Sultan Firmansyah, sementara klotok melanjutkan perjalanan ke rumah lanting membawa serta tim yang tersisa. Perjalanan ditempuh dalam waktu 2 jam karena harus memutar lewat jalan lain akibat air pasang tersebut.
Pada kunjungan kali ini, tim dari semua divisi melakukan pendalaman materi dengan mencari dan menggali informasi lebih lanjut. Pendalaman ini dilakukan dari pagi sampai sore. Tim wawancara dan video mengkhususkan untuk mewawancarai penghuni beberapa rumah lanting yang sudah ditargetkan dari kunjungan ke Sungai Kuin sebelumnya. Sedangkan divisi lainnya berkeliling di sekitar Kuin dan Sultan Firmansyah, baik untuk melakukan pengukuran, mengambil gambar, maupun mendapatkan pengetahuan lebih lanjut.
Pada hari Sabtu di minggu pertama, tim besar Ekskursi 2010 terbagi menjadi dua: tim fotografi dan sebagian tim video menuju ke Lok Baintan serta tim lainnya menuju ke Teluk Selong. Lok Baintan merupakan sebuah pasar terapung tradisional di Kalimantan Selatan. Terletak cukup jauh dari pusat kota, membuat pasar ini masih terasa asli dan khas. Pukul 03.00 WITA, tim fotografi dan video telah bersiap dan berangkat dengan sebuah angkot. Pada awalnya, perjalanan tampak lancar-lancar saja dan seluruh anggota tim pun tertidur pulas. Tapi ternyata perjalanan itu tidak semulus yang dipikirkan. Pengendara angkot mengira tujuan tim fotografi dan video itu adalah pasar apung di Sungai Kuin. Kemudian, pengendara angkot tersebut bertanya-tanya kepada orang sekitar mengenai arah menuju ke Lok Baintan dan waktu menunjukkan pukul 04.00 WITA.
Setelah berkeliling mencari jalan dan kehilangan arah untuk yang kedua kalinya, akhirnya sampai juga di pasar apung Lok Baintan pukul 05.30 WITA. Awalnya, Lok Baintan terlihat sepi dan langit pun masih gelap. Penerangan yang ada berasal dari lampu-lampu di sekitarnya. Tim fotografi dan video berpencar ke rumah penduduk. Pada pukul 06.00 WITA, jukung, salah satu perahu dayung berbagai ukuran mulai berdatangan dari arah Barat satu per satu. Jukung-jukung tersebut bergerak ke arah timur dengan perlahan. Jumlahnya makin membludak di datangnya pagi. Di atasnya terdapat barang dagangan mereka yang beraneka ragam, seperti buah, sayur, ikan, gorengan, pakaian, dan lain-lain.
Tim fotografi dan video pun berpencar ke atas jembatan dan adapula yang mencoba ikut menaiki jukung untuk berinteraksi dengan para penjual secara langsung. Setelah mengambil gambar, video, dan berwawancara, tim fotografi dan video menyempatkan diri untuk melihat rumah bubungan tinggi yang ada di daerah Lok Baintan. Pada pukul 14.00 WITA, mereka dijemput oleh Kepala Operasional tim besar dengan truk dan menyusul tim lainnya di Teluk Selong.
Sementara itu, tim besar yang berangkat ke Telung Selong sudah bersiap dari pagi hari. Perjalanan ditempuh dengan truk selama kurang lebih 2 jam. Perjalanan ini pun tidak berjalan dengan cukup mulus. Awalnya, tim memang ingin menyusul ke Lok Baintan terlebih dahulu, namun karena adanya salah paham antara pengendara truk dan tim, membuat waktu terbuang percuma. Akhirnya tim pun menggeser jadwal untuk langsung menuju Teluk Selong.
Sesampainya di lokasi, tim menuju ke rumah adat Gajah Baliku, salah satu rumah adat dari suku Banjar yang berada di lokasi Cagar Budaya Teluk Selong. Semua divisi melakukan tugasnya masing-masing. Ada yang wawancara, foto, mengukur, dan lain-lain.
Siang harinya, tim menuju ke rumah adat Bubungan Tinggi yang terletak di belakangnya. Sama seperti di rumah Gajah Baliku, semua divisi pun bekerja di rumah Bubungan Tinggi. Rumah Bubungan Tinggi ini merupakan cagar budaya dan sering didatangi oleh wisatawan asing maupun dalam negeri. Di bagian depan rumahnya pun turut menjual pernak-pernik Kalimantan Selatan. Walaupun dikunjungi oleh banyak wisatawan, rumah ini tetap ditinggali oleh pemiliknya.
Selesai semua pengumpulan data, kami melanjutkan perjalanan ke pemberhentian selanjutnya. Pasar Intan Martapura, salah satu pasar wisata di Kalimantan Selatan menyediakan segala oleh-oleh dari daerah ini, menjadi sedikit refreshing dari kegiatan panjang hari ini.
Kelelahan karena panjangnya perjalanan hari ini membuat kami menyudahi kegiatan hari ini. Lagi-lagi, sang truk sewaan kami telah menjemput kami untuk kembali dan beristirahat.
MINGGU, 8 Agustus 2010
Hari Minggu ini, kami menjadwalkan untuk freeday. Bagi peserta Kristen dan Protestan, ini menjadi waktu luang untuk pergi ke gereja. Karena hari Minggu pertama kami mengagendakan untuk rapat besar materi. Rapat ini akan membicarakan segala hal mengenai materi yang akan kami olah di Jakarta, dari jadwal kegiatan kami untuk 2 minggu ke depan, target perolehan materi masing-masing divisi hingga persiapan materi buku output, nantinya. Namun sebelumnya, pada pagi harinya, kami dibebaskan untuk mengisi waktu luang. Untuk peserta Kristen dan Protestan, beribadah ke Gereja, sedangkan bagi yang tidak ke gereja, memutuskan untuk mengunjungi Pulau Kembang, salah satu objek wisata berupa pulau dengan ratusan monyet di dalamnya, termasuk bekantan. Letaknya yang dipisahkan dengan Sungai Barito membuat kami harus menggunakan klothok untuk menuju kesana.
Selesai dengan perjalanan refreshing ini, kami kembali ke basecamp untuk makan siang dan dilanjutkan dengan rapat besar materi. Rapat berlangung dengan lancar dan terkendali dari siang sampai malam.
SENIN, 9 Agustus 2010
Pada hari Senin, tim menuju ke museum Lambungmangkurat. Kunjungan ke museum ini termasuk ke dalam field trip. Di dalam museum ini terdapat maket-maket rumah adat, pakaian adat, serta diorama-diorama mengenai Kalimantan Selatan. Tim ditemani oleh seorang pemandu yang menjelaskan mengenai seluruh benda-benda yang dipamerkan. Para peserta memanfaatkan momen ini untuk menggali pengetahuan tentang Banjar. Kunjungan ke museum ini berlangsung dari pagi hingga siang hari.
Setelah itu, tim menuju ke Universitas Lambungmangkurat yang berada tidak jauh dari museum dengan berjalan kaki. Sesampainya di sana, peserta mengikuti lecture dari universitas mengenai rumah adat Banjar. Para peserta pun antusias mengajukan pertanyaan di sesi tanya jawab. Dari lecture tersebut, bertambahlah pengetahuan baru bagi peserta mengenai rumah adat Banjar sehingga dapat turut memperdalam materi Ekskursi. Lecture diakhiri dengan pemberian plakat kepada Universitas Lambungmangkurat dan ikatan mahasiswa arsitektur universitas tersebut.
SELASA, 10 Agustus 2010
Hari Selasa, tim besar menuju ke Sungai Kuin dengan menaiki klotok. Perjalanan dimulai sejak pagi buta untuk mendapatkan waktu pasar apung di Sungai Kuin. Sesampainya di lokasi, dari atas klotok, peserta dapat menyaksikan pasar apungnya. Para penjual dari atas jukung berlalu lalang di sekitar klotok sambil menawarkan barang dagangannya. Tim wawancara dan video pun turut duduk di atas jukung dan mengikuti kemana penjual itu berkeliling sambil mengobrol dan merekam. Pemandangan pasar apung ini dapat dinikmati dari atas klotok. Jukung-jukung yang berlalu lalang berlatarbelakangkan semburat cahaya matahari yang baru saja terbit.
Setelah melihat pasar apung Kuin, klotok berjalan menuju ke pemukiman di Kuin. Hanya saja ternyata air sungai sedang pasang pada saat itu. Hal ini menjadi masalah sebab klotoknya dikhawatirkan tidak dapat melewati bawah jembatan akibat permukaan airnya naik. Dengan demikian, tim dibagi menjadi dua, yaitu tim yang mempelajari rumah panggung dan tim yang mempelajari rumah lanting. Tim yang mempelajari rumah lanting, turun di Sultan Firmansyah, sementara klotok melanjutkan perjalanan ke rumah lanting membawa serta tim yang tersisa. Perjalanan ditempuh dalam waktu 2 jam karena harus memutar lewat jalan lain akibat air pasang tersebut.
Pada kunjungan kali ini, tim dari semua divisi melakukan pendalaman materi dengan mencari dan menggali informasi lebih lanjut. Pendalaman ini dilakukan dari pagi sampai sore. Tim wawancara dan video mengkhususkan untuk mewawancarai penghuni beberapa rumah lanting yang sudah ditargetkan dari kunjungan ke Sungai Kuin sebelumnya. Sedangkan divisi lainnya berkeliling di sekitar Kuin dan Sultan Firmansyah, baik untuk melakukan pengukuran, mengambil gambar, maupun mendapatkan pengetahuan lebih lanjut.
Selasa, 12 Oktober 2010
mengumpulkan data untuk mengenal lebih jauh...
Kamis, 4 September 2010
Banyaknya hal yang kami peroleh di fieldtrip kemarin membuat kami menyadari bahwa ada banyak sekali hal yang dapat kita pelajari disini. Seperti tidak mau rugi dengan kesempatan yang ada, membuat kami memutuskan untuk membagi tim besar menjadi beberapa kelompok kecil. Kelompok rumah lanting di pertemuan Sungai Martapurta dan Sungai Kuin, kelompok rumah panggung di sepanjang Sungai Kuin serta kelompok daerah perindustrian di Sungai Alalak.
Keadaan yang jauh berbeda dengan keadaan kota asal kami membuat semua menjadi lebih menarik. Semua hal yang kami temui disana membuat kami menyadari bahwa keberadaan sungailah yang mewarnai kehidupan mereka. Di sungai mereka bekerja, di sungai mereka membersihkan diri, di sungai pula mereka bersosialisasi. Sama-sama berada di ibukota provinsi, namun Banjarmasin seperti memiliki dunia yang berbeda.
Jumat, 5 Spetember 2010
Setelah puas menyusuri kota Banjarmasin dengan segala kehidupan sungainya, kami pergi mengunjungi kota Marabahan,sebuah kecamatan kecamatan sekaligus ibukota dari Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan. Pada abad ke-15 daerah ini menjadi pusat perdagangan Kerajaan Negara Daha, yang disebut Bandar Muara Bahan karena letaknya yang berada di daerah muara Sungai Bahan (Sungai Negara).
Disana, kami mengunjungi salah satu rumah adat Banjar yang berada di kasta paling atas masyarakat Banjar, yaitu rumah Bubungan Tinggi. Rumah yang menjadi objek penelitian kami ini memang sudah sangat jarang ditemui dan keberadaannya disini juga salah satu rumah yang masih bertahan. Kami bertemu dengan Bapak Arsalaludin, salah satu keturunan pemilik rumah yang berumur hampir 200 tahun ini, sempat bercerita tentang bagaimana sejarah rumah ini, bagaimana proses pembangunannya, hingga bagaimana nasib Bubungan Tinggi Marabahan sekarang ini. Banyak informasi yang kita dapatkan dari bapak yang berusia kurang lebih 40 tahun ini.
Setelah bertukar cerita, kami menyempatkan diri untuk mengeksplore daerah ini, menyusuri jalanan di sekitarnya, bahkan kami mencoba untuk menaiki klothok yang menjadi satu-satunya jasa penyebrangan menuju kampung seberang. Klothok ini tidak hanya digunakan untuk mengangkut manusia, tetapi juga penyebrangan kendaraan bermotor roda dua yang dimiliki masyarakat disana. Hanya dengan mengeluarkan kocek seribu rupiah, kami dapat menggunakan perahu bermotor untuk menyebrangi Sungai Negara ini.
Puas dengan perjalanan dan pengambilan data di rumah Bubungan Tinggi Marabahan, kami pulang sekitar pukul 4 sore dengan menaiki truk yang sebelumnya mengantarkan kami ke sini. Sampai jumpa lagi, Marabahan... :)
Sabtu, 6 Agustus 2010
Pada hari Sabtu di minggu pertama, tim besar Ekskursi2010 terbagi menjadi dua: tim fotografi dan sebagian tim video menuju ke Lok Baintan serta tim lainnya menuju ke Teluk Selong. Lok Baintan merupakan sebuah pasar terapung tradisional di Kalimantan Selatan. Terletak cukup jauh dari pusat kota, membuat pasar ini masih terasa asli dan khas. Pukul 03.00 WITA, tim fotografi dan video telah bersiap dan berangkat dengan sebuah angkot. Pada awalnya, perjalanan tampak lancar-lancar saja dan seluruh anggota tim pun tertidur pulas. Tapi ternyata perjalanan itu tidak semulus yang dipikirkan. Pengendara angkot mengira tujuan tim fotografi dan video itu adalah pasar apung di Sungai Kuin. Kemudian, pengendara angkot tersebut bertanya-tanya kepada orang sekitar mengenai arah menuju ke Lok Baintan dan waktu menunjukkan pukul 04.00 WITA.
Setelah berkeliling mencari jalan dan kehilangan arah untuk yang kedua kalinya, akhirnya sampai juga di pasar apung Lok Baintan pukul 05.30 WITA. Awalnya, Lok Baintan terlihat sepi dan langit pun masih gelap. Penerangan yang ada berasal dari lampu-lampu di sekitarnya. Tim fotografi dan video berpencar ke rumah penduduk. Pada pukul 06.00 WITA, jukung, salah satu perahu dayung berbagai ukuran mulai berdatangan dari arah Barat satu per satu. Jukung-jukung tersebut bergerak ke arah timur dengan perlahan. Jumlahnya makin membludak di datangnya pagi. Di atas terdapat barang dagangan mereka yang beraneka ragam, seperti buah, sayur, ikan, gorengan, pakaian, dll. Tim fotografi dan video berpencar ke atas jembatan dan menaiki jukung untuk berinteraksi dengan para penjual secara langsun. Setelah mengambil gambar, video, dan berwawancara, tim fotografi dan video menyempatkan diri untuk melihat rumah bubungan tinggi yang ada di daerah Lok Baintan. Pada pukul 14.00 WITA, mereka dijemput oleh Kepala Operasional tim besar dengan truk dan menyusul tim lainnya.
Sementara itu, tim besar yang berangkat ke Telung Selong, sebuah desa kecil di Kabupaten Martapura, sudah bersiap dari pagi hari. Perjalanan ditempuh dengan truk selama kurang lebih 2 jam. Perjalanan ini pun tidak berjalan dengan cukup mulus. Awalnya, tim memang ingin menyusul ke Lok Baintan terlebih dahulu, namun karena adanya salah paham antara pengendara truk dan tim, membuat waktu terbuang percuma. Akhirnya tim pun menggeser jadwal untuk langsung menuju Teluk Selong. Sesampainya di lokasi, tim menuju ke rumah adat Gajah Baliku, salah satu rumah adat dari suku Banjar yang berada di lokasi Cagar Budaya Teluk Selong. Semua divisi melakukan tugasnya masing-masing. Ada yang wawancara, foto, mengukur, dll.
Siang harinya, tim menuju ke rumah adat Bubungan Tinggi yang terletak di belakangnya. Sama seperti di rumah Gajah Baliku, semua divisi pun bekerja di rumah Bubungan Tinggi. Rumah Bubungan Tinggi ini merupakan cagar budaya dan sering didatangi oleh wisatawan asing maupun dalam negeri. Di bagian depan rumahnya pun turut menjual pernak-pernik Kalimantan Selatan. Walaupun dikunjungi oleh banyak wisatawan, rumah ini tetap ditinggali oleh pemilik nya.
Selesai semua pengumpulan data, kami melanjutkan perjalanan ke pemberhentian selanjutnya. Pasar Intan Martapura, salah satu pasar wisata di Kalimantan Selatan menyediakan segala oleh-oleh dari daerah ini, menjadi sedikit refreshing dari kegiatan panjang hari ini. Kelelahan karena panjangnya perjalanan hari ini membuat kami menyudahi kegiatan hari ini. Lagi-lagi, sang truk sewaan kami telah menjemput kami untuk kembali dan beristirahat.
Banyaknya hal yang kami peroleh di fieldtrip kemarin membuat kami menyadari bahwa ada banyak sekali hal yang dapat kita pelajari disini. Seperti tidak mau rugi dengan kesempatan yang ada, membuat kami memutuskan untuk membagi tim besar menjadi beberapa kelompok kecil. Kelompok rumah lanting di pertemuan Sungai Martapurta dan Sungai Kuin, kelompok rumah panggung di sepanjang Sungai Kuin serta kelompok daerah perindustrian di Sungai Alalak.
Keadaan yang jauh berbeda dengan keadaan kota asal kami membuat semua menjadi lebih menarik. Semua hal yang kami temui disana membuat kami menyadari bahwa keberadaan sungailah yang mewarnai kehidupan mereka. Di sungai mereka bekerja, di sungai mereka membersihkan diri, di sungai pula mereka bersosialisasi. Sama-sama berada di ibukota provinsi, namun Banjarmasin seperti memiliki dunia yang berbeda.
Rumah lanting, salah satu bentuk arsitektur vernakular Indonesia
Daerah perindustrian di Sungai Alalak
Rumah Panggung di sepanjang Sungai Kuin
Jumat, 5 Spetember 2010
Setelah puas menyusuri kota Banjarmasin dengan segala kehidupan sungainya, kami pergi mengunjungi kota Marabahan,sebuah kecamatan kecamatan sekaligus ibukota dari Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan. Pada abad ke-15 daerah ini menjadi pusat perdagangan Kerajaan Negara Daha, yang disebut Bandar Muara Bahan karena letaknya yang berada di daerah muara Sungai Bahan (Sungai Negara).
Disana, kami mengunjungi salah satu rumah adat Banjar yang berada di kasta paling atas masyarakat Banjar, yaitu rumah Bubungan Tinggi. Rumah yang menjadi objek penelitian kami ini memang sudah sangat jarang ditemui dan keberadaannya disini juga salah satu rumah yang masih bertahan. Kami bertemu dengan Bapak Arsalaludin, salah satu keturunan pemilik rumah yang berumur hampir 200 tahun ini, sempat bercerita tentang bagaimana sejarah rumah ini, bagaimana proses pembangunannya, hingga bagaimana nasib Bubungan Tinggi Marabahan sekarang ini. Banyak informasi yang kita dapatkan dari bapak yang berusia kurang lebih 40 tahun ini.
Setelah bertukar cerita, kami menyempatkan diri untuk mengeksplore daerah ini, menyusuri jalanan di sekitarnya, bahkan kami mencoba untuk menaiki klothok yang menjadi satu-satunya jasa penyebrangan menuju kampung seberang. Klothok ini tidak hanya digunakan untuk mengangkut manusia, tetapi juga penyebrangan kendaraan bermotor roda dua yang dimiliki masyarakat disana. Hanya dengan mengeluarkan kocek seribu rupiah, kami dapat menggunakan perahu bermotor untuk menyebrangi Sungai Negara ini.
Puas dengan perjalanan dan pengambilan data di rumah Bubungan Tinggi Marabahan, kami pulang sekitar pukul 4 sore dengan menaiki truk yang sebelumnya mengantarkan kami ke sini. Sampai jumpa lagi, Marabahan... :)
kondisi rumah Bubungan Tinggi di Marabahan
Truk, transportasi kegiatan jarak jauh
Pada hari Sabtu di minggu pertama, tim besar Ekskursi2010 terbagi menjadi dua: tim fotografi dan sebagian tim video menuju ke Lok Baintan serta tim lainnya menuju ke Teluk Selong. Lok Baintan merupakan sebuah pasar terapung tradisional di Kalimantan Selatan. Terletak cukup jauh dari pusat kota, membuat pasar ini masih terasa asli dan khas. Pukul 03.00 WITA, tim fotografi dan video telah bersiap dan berangkat dengan sebuah angkot. Pada awalnya, perjalanan tampak lancar-lancar saja dan seluruh anggota tim pun tertidur pulas. Tapi ternyata perjalanan itu tidak semulus yang dipikirkan. Pengendara angkot mengira tujuan tim fotografi dan video itu adalah pasar apung di Sungai Kuin. Kemudian, pengendara angkot tersebut bertanya-tanya kepada orang sekitar mengenai arah menuju ke Lok Baintan dan waktu menunjukkan pukul 04.00 WITA.
Setelah berkeliling mencari jalan dan kehilangan arah untuk yang kedua kalinya, akhirnya sampai juga di pasar apung Lok Baintan pukul 05.30 WITA. Awalnya, Lok Baintan terlihat sepi dan langit pun masih gelap. Penerangan yang ada berasal dari lampu-lampu di sekitarnya. Tim fotografi dan video berpencar ke rumah penduduk. Pada pukul 06.00 WITA, jukung, salah satu perahu dayung berbagai ukuran mulai berdatangan dari arah Barat satu per satu. Jukung-jukung tersebut bergerak ke arah timur dengan perlahan. Jumlahnya makin membludak di datangnya pagi. Di atas terdapat barang dagangan mereka yang beraneka ragam, seperti buah, sayur, ikan, gorengan, pakaian, dll. Tim fotografi dan video berpencar ke atas jembatan dan menaiki jukung untuk berinteraksi dengan para penjual secara langsun. Setelah mengambil gambar, video, dan berwawancara, tim fotografi dan video menyempatkan diri untuk melihat rumah bubungan tinggi yang ada di daerah Lok Baintan. Pada pukul 14.00 WITA, mereka dijemput oleh Kepala Operasional tim besar dengan truk dan menyusul tim lainnya.
Sementara itu, tim besar yang berangkat ke Telung Selong, sebuah desa kecil di Kabupaten Martapura, sudah bersiap dari pagi hari. Perjalanan ditempuh dengan truk selama kurang lebih 2 jam. Perjalanan ini pun tidak berjalan dengan cukup mulus. Awalnya, tim memang ingin menyusul ke Lok Baintan terlebih dahulu, namun karena adanya salah paham antara pengendara truk dan tim, membuat waktu terbuang percuma. Akhirnya tim pun menggeser jadwal untuk langsung menuju Teluk Selong. Sesampainya di lokasi, tim menuju ke rumah adat Gajah Baliku, salah satu rumah adat dari suku Banjar yang berada di lokasi Cagar Budaya Teluk Selong. Semua divisi melakukan tugasnya masing-masing. Ada yang wawancara, foto, mengukur, dll.
Siang harinya, tim menuju ke rumah adat Bubungan Tinggi yang terletak di belakangnya. Sama seperti di rumah Gajah Baliku, semua divisi pun bekerja di rumah Bubungan Tinggi. Rumah Bubungan Tinggi ini merupakan cagar budaya dan sering didatangi oleh wisatawan asing maupun dalam negeri. Di bagian depan rumahnya pun turut menjual pernak-pernik Kalimantan Selatan. Walaupun dikunjungi oleh banyak wisatawan, rumah ini tetap ditinggali oleh pemilik nya.
Selesai semua pengumpulan data, kami melanjutkan perjalanan ke pemberhentian selanjutnya. Pasar Intan Martapura, salah satu pasar wisata di Kalimantan Selatan menyediakan segala oleh-oleh dari daerah ini, menjadi sedikit refreshing dari kegiatan panjang hari ini. Kelelahan karena panjangnya perjalanan hari ini membuat kami menyudahi kegiatan hari ini. Lagi-lagi, sang truk sewaan kami telah menjemput kami untuk kembali dan beristirahat.
Langganan:
Postingan (Atom)